Senin, 31 Maret 2014

Makalah Problematika Pendidikan di Indonesia, program studi Magister Pendidikan Biologi




BAB I
PENDAHULUAN
a.      LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki demensi dinamika, oleh sebab itu eksistensi dinamika harus bersifat dinamis. Bersikap eksistensi bagi manusia berarti mengadakan dirinya secara aktif. Bereksistensi adalah merupakan merencanakan, berbuat dan menjadi. Permasalahanya adalah manusia bereksistensi untuk menjadi siapa? Eksistensi manusia tiada lain adalah menjadi manusia.  Inilah tugas yang diembannya. Tegasnya ia harus menjadi manusia yang ideal (manusia yang diharapkan, dicita-citakan, atau menjadi manusia yang seharusnya. Keharusan cita-cita atau harapan ini bersumber kepada Allah SWT melalui ajaran agama yang di turunkanNya, berunsur dari sesama dan budayanya, bahkan dari diri manusia itu sendiri (Syaripudin, 2012).
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan  dalam bentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normative. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Sigalinging, 2010).
 Guru adalah merupakan salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekelah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi anak didik agar menjadi manusia yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri (fieire, 2000 dalam Sigalingging, 2010).
Guru yang ideal dan professional merupakan dambaan setiap insane pendidikan, sebab dengan guru yang professional diharapkan pendidikan menjadi lebih berkualitas. Apabila penghargaan terguru tersebut tidak memadai, maka harapan atau idealism di atas, bukan merupakan pekerjaan yang mudah.  Sedangkan inti dari pendidikan adalah interaksi antara pendidik (guru) dengan peserta didik (murid) dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik dan tujuan pendidikan adalah komponen-komponen pendidikan yang esinsial (utama). Ketiga komponen pendidikan ini terbentuk segitiga, yaitu jika hilang salah satu komponennya, maka hilang hakekat dari pendidikan itu (Sigalingging, 2010).
Hilangnya hakekat pendidikan itu didasari oleh beberapa faktor permasalahan, dan tidak bisa diatasi dalam waktu yang singkat dan secara individual saja, namun harus secara terorganisir baik dari pihak pemerintah, guru, peserta didik dan masyrakat. Ini merupakan faktor penting yang harus dibina dalam dunia pendidikan. Sedangkan jika kita tinjau dengan pendidikan yang ada di Negara kita tercinta ini, permasalahan dalam dunia pendidikan sangatlah rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia terus terjadi hingga saat ini dan belum bisa teratasi secara kesulurahan, baik pada daerah kota besar, provinsi, kabupaten, kecamatan,  bahkan di tempat-tempat terpencil lain.
b.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, maka dapat di jabarkan rumusan masalahnya sebagai berikut:
·           Apakah faktor penyebab permasalahan rendahnya kulitas pendidikan di Indeonesia?
c.       Tujuan
·           Untuk mengatahui  faktor penyebab permasalah rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.







BAB II
ISI
1.      Permasalah-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Adapun permasalahan-permasalah pendidikan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, sehingga pendidikan di Negara kita ini tidak dapat berkembang sebagai mana mestinya, faktor-faktor penyebab kegagalan pendidikan di Indonesia di sebabkan antara lain:
a.      Kurangnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Tujuan pendidikan sejati tidaklah hanya mengisi ruang-ruang imajinasi dan intelektual anak, mengasah kepekaan sosialnya, ataupun memperkenalkan mereka pada aspek kecerdasan emosi, tapi lebih kepada mempersiapkan mereka untuk mengenal Tuhan dan sesama untuk pencapaian yang lebih besar bagi kekekalan. Selain memiliki tujuan yang pasti pendidikan juga memiliki peranan yang penting untuk menunjang kehidupan kita sehari-hari khususnya untuk para pelajar dan generasi muda Indonesia. Pendidikan sudah berperan dalam kehidupan seseorang sejak usia dini. Peranan pendidikan adalah suatu peranan yang menentukan kualitas pendidikan seorang anak di usia dini. Begitu juga dengan pengaruhnya pada pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian seorang anak. adapun kesadaran masyarakat terhadap pendidikan, disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain:
a)      Lamanya Waktu pendidikan
Kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pendidikan dikarenakan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menuntaskan pendidikan, dalam arti menyelesaikan pendidikan formal hingga mendapatkan gelar sarjana, yaitu kurang lebih selama 16 tahun. Padahal belum tentu setelah seseorang mendapat gelar sarjana maka akan langsung mendapatkan pekerjaan seperti yang kita inginkan, faktanya sekarang ini banyak sarjana yang menganggur akibat kurangnya lapangan kerja dan sangat cepatnya pertumbuhan penduduk Indonesia pertahunnya (Ritha, 2011).
b)      Ekonomi masyarakat yang rendah
Selain dikarenakan lamanya waktu untuk menuntaskan pendidikan hingga mencapai gelar sarjana, biaya sekolah untuk mendapatkan pendidikan wajib 9 tahun saja sudah membutuhkan biaya yang cukup bersar. Memang untuk SD (Sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) sudah tidak dikenankan iuran sekolah tiap bulannya dikarenakan adanya program BOS (Biaya Operasianal Sekolah), tetapi mereka juga tetap harus membeli buku-buku pelajaran dan baju seragam yang hanya dijual di sekolah seperti, baju olahraga, batik dll. Sedangkan untuk tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas) selain harus membayar iuran sekolah tiap bulan, mereka juga wajib membayar uang pangkal yang jumlahnya sudah ditetapkan oleh masing-masing sekolah.
Khususnya untuk murid SMA swasta, mereka harus membayarnya dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan SMA Negeri. Ditambah lagi kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia terutama yang berekonomi menengah kebawah. Para orangtua kurang menyadari bahwa pendidikan anak-anaknya sangatlah penting. Menurut fakta yang ada dan yang sering kita lihat maupun yang kita dengar anak-anak ekonomi menengah kebawah terutama di kota-kota besar mereka berada di jalan-jalan untuk mengamen, mengemis, dan bekerja serabutan, hal tersebut terjadi disebabkan perintah dari orangtuanya dan mereka tidak berani menentang perintah orangtua mereka. Para orang tua mereka melakukan hal tersebut karena sudah putus asa untuk mencari pekerjaan tambahan yang lebih baik.
Oleh sebab itu para orang tua mereka memerintah anaknya untuk mengamen dan melakukan hal-hal tersebut. Tetapi tidak semua anak-anak itu mengamen dikarenakan perintah orangtua mereka. Melainkan ada anak yang sadar akan kekurangan ekonomi keluarganya, sehingga memaksa mereka untuk bekerja sambil bersekolah. Ada kalanya anak yang memiliki orang tua yang berekonomi menengah keatas justru menyepelekan dan menyia-nyiakan pendidikan yang telah diberikan orang tua mereka. Hal-hal tersebut yang menyebabkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya pendidikan Indonesia menjadi berkurang (Ritha, 2011).
Di daerah terpencil memang faktor ekonomilah yang menjadi alasan utama mengapa mereka tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, Mereka mengganggap bahwa untuk makan sehari-hari saja masih sangat pas-pasan apalagi untuk membiayai kuliah yang sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Padahal apabila mereka bisa memanfaatkan beasiswa yang banyak diberikan perguruan tinggi untuk mereka yang berprestasi namun tidak mampu dalam finansial, suatu hari kelak mereka dapat menaikkan ekonomi dan mungkin derajat keluarga mereka dengan pendidikan tinggi dan pekerjaan yang mapan (Apriliani, 2013).

c)      Sosial dan Budaya
Sedangkan di daerah pelosok atau terpencil, kesadaran untuk melanjutkan pendidikan memang masih sangat kurang. Mereka lebih memilih bekerja daripada melanjutkan pendidikan. Kebanyakan faktor yang disebabkan adalah kurangnya kesadaran pribadi, faktor ekonomi dan faktor sosial budaya. Faktor sosial budaya berkaitan dengan kultur masyarakat yang berupa pandangan, adat istiadat, dan kebiasaan. Para remaja selalu melakukan kontak dengan masyarakat. Pengaruh-pengaruh budaya yang negatif dan salah terhadap dunia pendidikan akan turut berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan remaja tersebut. Remaja yang bergaul dengan teman-temannya yang tidak sekolah atau putus sekolah akan terpengaruh dengan mereka. Sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, karena teman-temannya juga tidak melanjutkan sekolah. Mereka memilih untuk mencari uang dengan alasan membantu orang tua, padahal orang tua mereka menginginkan anak-anaknya melanjutkan sekolah agar mempunyai masa depan yang jelas, “Biarlah orang tuanya bodoh, yang penting anaknya pintar, dan mempunyai masa depan.” Itulah semboyan orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi kehidupan dan masa depan anaknya.
Ada juga orang tua yang belum sadar akan pentingnya pendidikan, anaknya mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan tetapi orang tuanya melarang, dengan alasan tidak mempunyai uang untuk membiayai sekolah, sedangkan kebutuhan yang belum terpenuhi masih banyak, “buat apa sekolah tinggi, kenyataannya pada akhirnya kerja di pabrik atau jadi kuli bangunan, nyatanya “si polan bin si polan” sudah jadi sarjana tetapi sampai sekarang masih menganggur.” Pemikiran-pemikiran seperti itu yang membuat mereka belum sadar akan pentingnya pendidikan (Apriliani, 2013).
Berhasil atau tidaknya seseorang itu tergantung pada usaha manusia itu sendiri. Namun selain faktor dari orang tua yang memang kurang sadar akan pentingnya pendidikan juga didorong dengan kurangnya informasi yang bisa di akses oleh masyarakat daerah terpencil. Banyak anak-anak yang sebenarnya ingin sekali melanjutkan ke perguruan tinggi namun karena orang tua yang memang tidak setuju untuk kuliah,merekapun juga tidak mencari informasi tentang itu, padahal sekarang ini banyak sekali perguruan tinggi yang membebaskan mereka dari segala biaya selama mereka kuliah, Hal itu sangat disayangkan apalagi bagi mereka yang berprestasi
Oleh sebab itu kita sebagai generasi penerus bangsa harus lebih mengutamakan kesadaran dalam diri kita sendiri akan pentingnya pendidikan bagi diri kita, bangsa dan Negara. Agar dimasa mendatang kesadaran masyarakat Indonesia dapat lebih meningkat daripada sekarang. Selain itu, orang tua juga memegang peran yang tidak kalah penting dibandingkan kesadaran akan pendidikan dari dalam diri sendiri.
Kita harus membuat komitmen pribadi untuk maju dan terus maju. Kita harus menjaga kesadaran diri dengan menjaga sistem pendidikan yang ada di Indonesia agar mengarah pada tujuan menciptakan generasi bangsa Indonesia yang produktif bukan yang konsumtif belaka. Selain itu hal yang perlu kita lakukan saat ini adalah, sadar bahwa kita generasi Indonesia harus bisa menciptakan produk diberbagai bidang yang kita tekuni bukan hanya tahu memakai hasil temuan oranglain, apalagi temuan bangsa lain. Mari menciptakan dan bukan menjadi plagiator semata. Orang-orang atau orang tua yang mempunyai jalan pikiran sempit yang menganggap pendidikan tidak penting, mengakibatkan anak-anak mereka yang tidak mengenyam pendidikan formal akan menjadi beban bagi masyarakat bahkan sering menjadi pengganggu ketentraman masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pendidikan atau pengalaman intelektualnya, serta tidak memiliki keterampilan yang menopang kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu mulai sekarang tidak ada di dalam kamus generasi muda kita kalau “orang miskin,tidak boleh sekolah apalagi bermimpi” karena dengan keyakinan dan kerja keras ada banyak jalan menuju kesuksesan (Hiryanto, 2008).
b.      Kesadaran peserta didik terhadap pendidikan
a)      Fator internal
Faktor kepribadian atau temperamen adalah berbeda-beda dalam setiap individu. Para ahli meyakini bahwa perbedaan tersebut berbasis pada faktor biologis atau genitika atau juga disebut faktor internal. Faktor einternal ini sering dialami dari dalam diri anak (Intrinsik) Rasa malas yang timbul dalam diri anak dapat disebabkan karena tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini kemungkinan belum tumbuh dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari belajar atau belum ada sesuatu yang ingin dicapainya. Selain itu kelelahan dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Sebagai contoh, terlalu lama bermain atau terlalu banyak membantu pekerjaan orangtua di rumah, merupakan faktor penyebab menurunnya kekuatan fisik pada anak. Contoh lainnya, terlalu lama menangis, marah-marah (ngambek) juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak.
b)      Faktor ekternal
Dari Luar Diri anak (ekstrinsik) Faktor dari luar anak (faktor eksternal) tidak kalah besar pengaruhnya terhadap kondisi anak untuk menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena :
ü Sikap orang tua
Sikap orangtua Sikap orangtua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar ataupun sebaliknya orangtua terlalu berlebihan perhatiaannya, membuat anak malas belajar. Tidak hanya itu, banyak orangtua yang menuntut anak belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan atas dasar kesadaran dan tanggung jawab anak selaku pelajar. Akibat dari tuntutan tersebut tidak sedikit anak yang stress sehingga nilai yang diperolehnya kurang memuaskan. Parahnya lagi, bilamana anak mendapat nilai yang kurang memuaskan maka kalimat-kalimat celaan biasanya yang pertama keluar dari bibir orangtua. Anak usia Sekolah Dasar sebenarnya jangan terlalu diorientasikan pada nilai (hasil belajar) tetapi bagaimana membiasakan diri anak belajar, berlatih tanggung jawab, dan berlatih hidup dalam suatu aturan.
ü Sikap guru
Sikap guru Selaku figur atau tokoh teladan yang dibanggakan, tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi objek ?keluhan? siswanya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau karena terlalu banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, sikap sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan siswa-siswa tertentu saja atau ?membawa? masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi siswa tertentu.


ü Sikap Teman
Tidak semua teman di sekolah memiliki sikap atau perilaku yang baik dengan teman-teman lainnya. Seorang teman yang berlebihan dalam perlengkapan busana sekolah atau perlengkapan belajar, seperti sepatu yang bermerk yang tidak terjangkau oleh teman-teman lainnya, termasuk tas sekolah atau alat tulis, secara tidak langsung dapat membuat iri teman-teman yang kurang mampu. Pada akhirnya ada anak yang menuntut kepada orangtuanya untuk minta dibelikan perlengkapan sekolah yang serupa dengan temannya. Bilamana tidak dituruti maka dengan cara malas belajarlah sebagai upaya untuk dikabulkan permohonannya.
ü Suasana belajar di luar lingkungan sekolah
Suasana belajar di rumah Bukan suatu jaminan rumah mewah dan megah membuat anak menjadi rajin belajar, tidak pula rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak anak malas belajar. Rumah yang tidak dapat menciptakan suasana belajar yang baik adalah rumah yang selalu penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas?fasilitas permainan yang berlebihan di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape yang menggunakan kaset, CD, VCD, atau computer/ warnet yang sekarang ini menjadi trendnya kaum remaja yang diprogram untuk berbagai jenis permainan (games), seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations dan lain-lain. Kondisi seperti ini berpotensi besar untuk tidak terciptanya suasana belajar yang baik.
ü Sarana
Sarana belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat belajar, kekurangan ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara langsung telah menciptakan kondisi anak untuk malas belajar. Kendala belajar biasanya muncul karena tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku?buku penunjang (pustaka mini), dan penerangan yang bagus. Selain itu, tidak tersediannya buku?buku pelajaran, buku tulis, dan alat-alat tulis lainnya, merupakan bagian lain yang cenderung menjadi hambatan otomatis anak akan kehilangan minat belajar yang optimal (Ritha, 2012).

c.       Rendahnya kualitas guru
Guru adalah merupakan faktor penentu kualitas hasil pendidikan. Guru yang tidak berkualitas  dianggap sulit   bisa melahirkan  lulusan yang hebat. Apalagi, keberadaan guru tidak bisa digantikan oleh faktor lain.   Sehingga untuk meningkatkan mutu  pendidikan, upaya-upaya peningkatan kualitas guru harus selalu dilakukan secara terus menerus tanpa henti.
Hakekatnya profesinal adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.  Dan jika ditinjau dalam bidang keguruan besarnya harapan depdiknas terhadap guru merupakan penguat terhadap apa yang telah kita sadari selama ini. Guru mempunyai peranan yang amat penting dalam upaya pendidikan, Ronan Brandt dalam tajuk rencana Enducation Leadership berkata: “hampir semua usaha reformasi dibidang pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode mengajar baru akhirnya tergantung kepada guru” (Suprayogu, 2014).
Kenyataanya, pendidikan di Indonesia saat ini sangatlah rendah, harapan Depdiknas pun tinggallah harapan, hakekat seorang guru pun kini seakan terlempar jauh dari hakekat sebenarnya,  Pada mereka, mengajar sebagai kegiatan professional masih dipertanyakan kebenarannya. Banyak media masa membicarakan hal-hal ini dan inilah fakta yang kita hadapi sekarang, guru-guru sekarang bukanlah guru yang mempunyai kompoten yang layak, sehingga pendidikan di Indonesia pun tercipta bukanlah dengan kelayakan sebagaimana mesti,dengan adanya keadaan ini semua usaha reformasi dibidang pendidikan yang tergantung kepada gurupun dianggap gagal (Sigalingging, 2010).
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Sulistiyo, mengatakan bahwa ada beberapa persoalan guru yang menonjol dan tidak kunjung mendapat penyelesaian dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sebagai pendidik anak bangsa, permasalahan guru ini nyaris tidak didengar oleh penguasa. "Ada banyak hal, dari pendidikan guru yang tidak memadai, sistem rekrutmen dan distribusi yang tidak sesuai bahkan masalah kesejahteraan juga masih ada," kata Sulistiyo saat jumpa pers di Kantor PGRI, Jalan Tanah Abang III, Jakarta, Senin (26/11/2012) (Affifah,2014).
Adapun faktor penyabeb rendahnya kualitas guru, disebabkankan oleh beberapa faktor yaitu:
a)    Pengangkatan Guru KKN, bukan karena kualitas seorang guru.
b)   Guru tidak mempunyai komitmen terhadap murid dan proses belajarnya.
c)    Kurang penguasaan materi pembelajaran secara mendalam serta cara mengajar
yang kurang pas.
Kurang penguasaan guru terhadap media/sumber belajar
Kurangnya penguasaan guru terhadap landasan-landasan kependidikan
d)     Kurangnya sikap disiplin yang dimiliki oleh seorang guru
e)      Kurangnya tanggung jawab guru memantau hasi belajar murid melalui berbagai teknik evaluasi, mulai dari cara pengamatan dalam prilaku murid sampai hasil tes hasil belajar.
(Sigalingging, 2010).
d.      Sarana dan prasana yang kurang memadai
Secara etimologis (bahasa) prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan dalam pendidikan. Misalnya: lokasi/tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, uang dan sebagainya. Sedangkan sarana berarti alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan. Misalnya ruang, buku, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa sarana dan prasarana pendidikan itu adalah semua komponen yang secara langsung maupun secara tidak langsung menunjang jalannya prosess pendidikan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri. Menurut keputusan menteri P dan K No 079/1975, sarana pendidikan terdiri dari 3 kelompok besar yaitu:


a)         bangunan dan prabot sekolah
Alat pembelajaran yang terdiri dari pembukuan, alat-alat peraga dan laboratorium. Media pendidikan yang dapat di kelompokan menjadi audiovisual yang menggunakan alat penampilan dan media yang tidak menggunakan alat penampil (Sigalingging, 2010).
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses pendidikan, bahwa kualitas pendidikan tersebut juga didukung dengan sarana dan prasarana yang menjadi standar sekolah atau instansi pendidikan terkait.      Sarana prasarana sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam belajar. Hal ini menunjukkan bahwa peranan sarana dan prasarana sangat penting dalam menunjang kualitas belajar siswa. Misalnya saja sekolah yang berada di kota yang sudah memiliki faslitas laboratorium komputer, maka anak didiknya secara langsung dapat belajar komputer sedangkan sekolah di desa yang tidak memiliki fasilitas itu tidak tahu bagaimana menggunakan komputer kecuali mereka mengambil kursus di luar sekolah. Dan itu hanya salah satu contoh umum yang terjadi dalam permasalahan sarana dan prasarana di Indonesia ini, namun masih banyak sekali yang masih belum teratasi hingga saat ini, misalnya saja didaerah pedalaman Kalimantan, banyak bangunan sekolah yang roboh, atab sekolah yang bocor, dan bahkan di daerah lain masih ada yang bersekolah hanya berdindingkan jerami, listrik saja tidak ada. jauh dari kelayakan yang pada halnya dikota, mereka mendapatkan bangunan sekolah yang memadai, dengan segala fasilitas yang mereka miliki,sedangkan masyarakat pedalam, sangat jauh sekali untuk mendapatkan fasilitas layaknya di kota-kota besar, seakan mereka hanyalah berangan-angan saja terhadap hal tersebut.  bahkan guru-guru yang ada dikota kebanyakan dari lulusan perguruan tinggi, sedangkan di daerah pedalaman, hamper tidak ada yang dari lulusan perguruan tinggi, mereka kebanyakan hanya bisa baca tulis, itu lah yang dijadikan pendidik di daerah pedalam ini dan ini merupakan adalah fakta yang terjadi pada Negara kita Indonesia (Affifah,2014).

e.       Kebijakan Pemerintah Kurang Maksimal
Pendidikan merupakan upaya merancang masa depan umat manusia yang da- lam konsep dan implementasinya harus memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Konsep pendidikan dapat diibaratkan sebuah pakaian yang tidak dapat diimpor dan diekspor. Ia harus diciptakan sesuai dengan keinginan, ukuran, dan model dari orang yang memakainya sehingga tampak pas dan serasi. Demikian pula dengan konsep pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Ia amat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan politik pemerintahan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan dan perubahan masyarakat, adat istiadat, kebudayaan dan lain sebagainya.
Kebijakan-kebijakan pemerintah, mulai dari pemerintahan kolonial, awal dan pasca kemerdekaan hingga masuknya Orde Baru terkesan "menganaktirikan”, meng- isolasi bahkan hampir saja menghapuskan sistem pendidikan Islam karena “Indone- sia bukanlah negara Islam”. Namun, berkat semangat juang yang tinggi dari tokoh- tokoh pendidikan Islam, akhirnya berbagai kebijakan tersebut mampu “diredam” un- tuk sebuah tujuan ideal yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 20, tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) BAB II, pasal 3 yang ber- bunyi sebagai berikut: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan ke- hidupan bangsa, bertujuan untuk  berkembangnya potensi peserta didik  agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga ne- gara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Akan tetapi Kondisi lembaga pendidikan di Indonesia masih ditandai oleh berbagai kelemahan, antara lain:
·      Kelemahan sumber daya manusia (SDM), manajemen, dan dana. Sementara itu diketahui bahwa jika suatu lembaga pendidikan ingin tetap eksis secara fungsional di tengah-tengah arus kehidupan yang semakin kompetitif seperti sekarang ini, harus didukung oleh ketiga hal tersebut, yaitu sumber daya manusia, manajemen, dan dana.
·      Lembaga pendidikan tinggi  masih belum mampu mengupayakan secara optimal mewujudkan sesuai dengan cita-cita idealnya. Di sisi lain, masyarakat masih memposisikan lembaga pendidikan sebagai pilar utama yang menyangga kelangsungan agama dalam mewujudkan cita-citanya, yaitu memberi rahmat bagi seluruh alam;
·      Lembaga pendidikan tinggi  masih dipandang belum mampu mewujudkan  secara transformatif. Kenyataan bahwa masyarakat dalam mengamalkan ajaran agamanya telah berhenti pada tataran simbol dan formalistik;
·      Kecenderungan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat madani yang kuat, yaitu masyarakat yang menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan seperti nilai-nilai keadilan, kebersamaan, kesederajatan, kemitraan, kejujuran dan sebagainya, dan
·      Lembaga pendidikan dipandang masih belum mampu bersikap disiplin dalam  melaksanakan kode etik dalam bidang pendidikan.

f.       Sikap Kerohanian yang Rendah
Pada masa pemerintahan Jepang terjadi perubahan kebijakan. Jepang membolehkan pendidikan agama di sekolah umum sebagai efek dari ditiadakannya diskri-minasi menurut golongan penduduk, keturunan, dan agama sehingga semua lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan. Meskipun demikian, guru agama tidak digaji oleh pemerintah Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, dinyatakan dengan tegas bahwa pendidikan agama perlu dijalankan di sekolah-sekolah negeri. Hasil kerja Panitia Penyelidik Pengajaran memutuskan bahwa pelajaran agama diberikan pada semua sekolah dalam jam pela- jaran, sedangkan di SR (SD) diajarkan mulai kelas IV. Guru agama disediakan oleh Kementerian Agama dan dibayar oleh pemerintah, dengan ketentuan bahwa guru agama harus mempunyai pengetahuan umum.
Berdasarkan alasan tersebut diperlukan pendidikan guru agama. Pada kenyataannya pendidikan agama ini sangatlah berpengaruh terhadap moral, akhlak, akedah masyarakat, peserta didik, guru, bahkan pemerintah, dimana  pendidikan agama merupakan dasar untuk menjadi seseorang  terarah dalam kehidupannya sehari-hari, baik dilingkungan sosial, budaya, maupun dalam bidang pendidikan, pemerintah dan lain sebagainya. Lemahnya keimanan seseorang sangatlah memicu kepribadiannya sendiri, karena dengan keimanan, seseorang akan menjadi bersikap jujur, displin dan sangat hati-hati dalam melakukan segala hal, karena dengan keimanan ini dia meyakini bahwa Allah SWT selalu memperhatikannya dalam segala hal, baik dalam kebaikan maupun hal-hal yang dianggap menyalahi aturan dan tidak terdiding oleh suatu apapun jua. Namun sebaliknya jika keimanan seseorang itu lemah, sangatlah memicu seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, dia akan seenaknya melakukan apa yang dia inginkan tanpa menyadari bahwa dirinya telah melakukan kesalahan-kesalahan. Faktanya di Indonesia masih banyak orang yang melakukan kesalahan-kesalahan, contohnya dalam kasus KKN di Negara kita ini masih sangat suram, pengawasan pemerintah yang masih rendah dalam dunia pendidikan maupun dalam bidang lain, kesadaran masyrakat yang rendah terhadap pentingnya ilmu pengetahuan, kejujuran guru-guru dan murid dalam melaksanakan tugasnya masih diragukan, Hal ini menandakan keimanan kita ini masihlah sangat rendah dimata dunia (Shabir, 2013).
Jika hal ini terus berkelanjutan, permasalahan-permasalahan yang ada di Negara kita inipun tak akan kunjung selesai dari segala permasalahan tersebut. Pendidikan intelektual memang sangatlah penting bagi kita semua, namun tanpa didasari dengan moral, akhlak dan akedah yang baik, maka pendidikan kita ini dianggap gagal atau dianggap masih belum berhasil, karena Setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, bangsa Indo- nesia menunjukan kepeduliannya terhadap pendidikan. Hal itu terbukti dengan me- nempatkan usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan nasional bangsa Indonesia, sebagaimana tertulis dalam pembukaan Undang-undang Dasar RI 1945 yang berbunyi:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perda- maian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan In- donesia itu dalam suatu susunan negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewu- judkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di Atas, dapat kita simpulkan bahwa pendidikan di Indonesia sesungguhnya sangat komplek. Dimana permasalahan ini disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu  yang pertama adalah faktor kesadaran masyrakat yang masih rendah terhadap pendidikan, dimana faktor ini didasari oleh beberapa kendala yaitu seperti lamanya menempuh pendidikan, status ekonomi masyrakat yang tidak memadai,  dan adanya pengaruh sosial dan budaya masyarakat. Faktor kedua disebabkan kesadaran perserta didik terhadap pendidikan masih rendah yang dipengaruhi baik dalam diri peserta didik (internal) maupun faktor luar (ekternal), yang ketiga yaitu kualitas guru yang masih rendah, yang keempat disebabkan oleh faktor sarana dan prasarana yang masih kurang memadai, yang kelima faktor kebijakan pemerintah terhadap pendidikan masih rendah atau diprihatinkan,dan yang terakhir adalah disebabkan oleh rendahnya sikap kerohanian sehingga memicunya terhadap sikap dunia pendidikan yang negative dan kepribadian semua pihak, baik masyarakat, peserta didik, guru bahkan pemerintah itu sendiri.
b.      saran
faktor-faktor di atas adalah merupakan faktor penentu untuk berjalannya suatu pendidikan dengan baik, dan terciptanya suatu pendidikan yang bermutu, penerus bangsa yang berkulitas sehingga menjamin haq-haq azazi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan di masa depan serta mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyrakat, berbangsa dan bernegara, karena itu, pendidikan di Negara kita ini perlu diatasi sedini mungkin agar tidak berkelanjutan. Karena nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan tergantung pada kontribusinya pendidikan dan sangat diyakini pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan dan kesejahteraan bangsa dan Negara di hari esok.







DAFTAR PUSTAKA
Affifah S. 2014.  Permasalahan Pendidikan di Indonesia Tidak Kunjung Selesai. Kompas Jakarta. Http//:www.Permasalah.Ind.Pend2.compas.com. diakses kamis, 9 januari 2014.
Apriliani, 2013. Problematika pendidikandi Indonesia. Http://.www.apriltrygatget.com/computer. diakses pada 17 november 2012.
Hiryanto, 2008. Pendidikan Pedalam Papua. Http://.ppa.ynt.pend.hery.com. Diakses, 2 April 2008.
Saripuddin. 2012. Hakekat Manusia dalam Pendidikan. Http://hakekatmns.com. Diakses ,28 Agustus 2012.
Sigalingging David. 2010. Buku Profesi Pendidikan. Pendidikan Teknik Otomotif Fakulatas Pendidikan Universitas Negeri Padang. 2014.
Suprayogu, 2014. Rendahnya kualitas guru di Indonesia. Http://.yugu.guru.ac.ind.com. Diakses pada 29 Februari 2014.
Ritha. 2012. Partisipasi Masyarakat Terhadap Pendidikan Di Indonesia. Http://www.promlempendinnesia12th.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar