BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan,
setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja
potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam
menjalani hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita
sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya,
supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka
manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dilain pihak
manusia juga memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan
makhluk yang lain. Sedangkan pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan
terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan manusia agar
bermanfaat bagi kepentingan hidupnya (Sukardjo & Komarudin, 2009)
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian
pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas
fisik dengan menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat
dipenuhi. Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal.
Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal dilakukan melalui enkulturasi
semenjak kecil di dalam lingkungan keluarga. Dalam masyarakat yang sangat
kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki fungsi yang
sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.
Kebudayaan tidak dibawa manusia sejak kelahirannya. Secara faktual, dan
sebagaimana tersurat dalam definisi yang dikemukakan Koentjaraningrat,
kebudayaan dapat menjadi milik diri manusia sehingga menjadi karakteristiknya
yang esensial dibanding dengan hewan hanyalah melalui belajar. Di pihak lain,
bahwa kebudayaan sebagai keseluruhan sedikit banyak merupakan himpunan dari
pola-pola budaya yang diperlukan dalam rangka mempertahankan eksistensi suatu
masyarakat (Wahyudin dkk , 2008).
Antropologi pendidikan dihasilkan melalui khusus dan percobaan yang
terpisah dengan kajian yang sistrmatis mengenai praktek pendidikan dalam
prespektif budaya, sehingga antropologi menyimpulkan bahwa sekolah
merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam membimbing
masyarakat. Namun ada kalanya sejumlah metode mengajar kurang
efektif dari media pendidikan sehingga sangat berlawanan dengan data yang
didapat di lapanga oleh para antropolog. Tugas para pendidik bukan hanya
mengekploitasi nilai kebudayaan namun menatanya dan menghubungkannya dengan
pemikiran dan praktek pendidikan sebagai satu keseluruhan.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penyusun akan membahas secara lengkap tentang landasan
antropologi dalam pendidikan di masa yang terdahulu sampai saat ini. Tujuannya
agar pendidikan di Indonesia tetap memahami keanekaragaman budaya setempat dan
tidak menghilangkan nilai luhur, norma, serta etika dalam mencapai tujuan
pendidikan nasional.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang yang dipaparkan di atas, maka dapat di jabarkan rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1.
Apa yang
dimaksud dengan landasan antropologi pendidikan ?
2.
Bagaimana
sejarah perkembangan antropologi ?
3.
Apa manfaat
landasan antropologi dalam pendidikan ?
4.
Apa pengaruh
antropologi terhadap lingkungan dan masyarakat ?
5.
Bagaimana
implikasi landasan antropologi dalam pendidikan
?
6.
Bagaimana
aplikasi landasan antropologi dalam pendidikan saat ini ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan landasan antropologi pendidikan.
2.
Untuk
mengetahui sejarah perkembangan landasan antropologi pendidikan.
3.
Untuk
mengetahui manfaat landasan antropologi dalam pendidikan .
4.
Untuk
mengetahui pengaruh antropologi terhadap lingkungan dan masyarakat.
5.
Untuk mengetahui
implikasi landasan antropologi dalam pendidikan.
6.
Untuk
mengetahui aplikasi landasan antropologi dalam pendidikan saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Antropologi
Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ”antrophos” berarti
manusia, dan “logos” berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai
makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologi memiliki dua sisi
holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya.
Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin
ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbanding atau perbedaan budaya
antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan manjadi
kontroversi sehingga metode antropologi sekarang sering kali dilakukan pada
pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal
dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama.
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir
atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri
fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase.
Antropologi secara
garis besar dipecah menjadi 2 bagian yaitu antropologi fisik/biologi dan antropologi budaya.
Tetapi dalam pecahan antropologi budaya, terpecah – pecah lagi
menjadi banyak sehingga menjadi spesialisasi – spesialisasi,
termasuk antropologi pendidikan. Seperti halnya
kajian antropologi pada umumnya antropologi pendidikan berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dalam
rangka memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia
khususnya dalam dunia pendidikan.
B. Sejarah Perkembangan Landasan
Antropologi Dalam Pendidikan
Seperti halnya Sosiologi, Antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami
tahapan-tahapan dalam perkembangannya. Perkembangan ilmu antropologi menjadi
empat fase sebagai berikut :
1.
Fase Pertama ( sebelum 1800 )
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk
menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam
penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak
menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan
penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan.
Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing
tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau
bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing
tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang
bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian,
pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi
suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu,
timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
2.
Fase Kedua ( tahun 1800
)
Pertengahan
abad 19, integrasi muncul. Bahan-bahan Etnografi disusun menjadi sebuah
karangan-karangan. Penyusunan bahan Etnografi tersebut bardasarkan cara
berfikir evolusi masyarakat, yaitu perkembangan masyarakat dan kenudayaan
sangatlah lambat. Di mulai dari tingkat terrendah melalui beberapa proses, yang
akhirnya sampai di tingkat tertinggi. Masyarakat yang masih ada di tingkat
rendah dari kebudayaan manusia zaman dahulu, mereka adalah salah satu contoh
masyarakat primitive. Dan contoh untuk masyarakat yang ada di tingkat tinggi
adalah bangsa Eropa sendiri.
Sekitar
tahun 1860 muncul karangan yang mengklasifikasikan aneka kebudayaan di dunia ke
dalam tingkat evolusi tertentu. Maka muncullah ilmu antropologi. Dengan meneliti bangsa-bangsa di luar Eropa, dapat menambah pengetahuan
tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia. Antropologi merupakan ilmu yang
tidak mempunyai tujuan secara langsung bersifat praktis dan hanya dilakukan di
kalangan sarjana universitas.
Tujuan
antropologi pada fase kedua ini adalah akademis,
yaitu mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan
manusia.
3.
Fase Ketiga ( awal abad
ke 20 )
Fase ketiga ini, ilmu
antropologi menjadi ilmu yang praktis, yang bertujuan mampalajari masyarakat
fan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintah
kolonial dan guna mendapat pengertian tentang masyarakat masa kini yang
kompleks. Berikut panjalasannya :
Awal abad
20, negara-negara penjajah di Eropa berhasil memantapkan kekuasaannya di
daerah-daerah jajahannya di luar Eropa. Dalam hak ini, ilmu antropologi sangat
penting karena menyangkut juga tentang pentingnya dalam mempelajari kebudayaan
bangsa-bangsa di luar Eropa, yang masih mempunyai masyarakat yang belum
kompleks. Ilmu antropologi nerkembang di negara-negara pemjajah, terutama Inggris.
Bahkan berkembang juga di negara Amerika Serikat, yang bukan merupakan negara
kolonial.
4.
Fase Keempat
Ilma
Antropologi mengalami perkembangan yang sangat pesat, diantaranya pengetahuan
yang jauh lebih teliti fan metode-metode ilmiahnya yang semakin tajam.
Perkembangan ini menyebabkan :
a) Timbulnya anitipati
kolonialisme setelah perang dunia 2
b) Sekitar
tahun 1930 bangsa primitive mulai hilang dan benar-benar hilang setelah Perang
Dunia 2.
Lapangan
penelitian ilmu Antropologi berhasil berkembang dengan tujuan dan pokok yang
baru, dengan berlandaskan bahan etnologi dan metode ilmiah yang lalu. Pokok
tujuan yang baru itu ditinjau dan diteliti di dalam suatu simposium oleh 60
tokoh ahli antropologi dari negara-negara di Amerika dan Eropa pada tahun 1951
. penekitian tifak hanya tertuju pada penduduk pedesaan di luar Eripa, tetapi
juga suku bangsa pedesaan di Eropa, seperti bangsa Irlandis, Flam, dan Soami.
Ilmu Antropologi ada 2 tujuan, yaitu :
a) Tujuan
akademis yaitu pengertian manusia beserta bentuk fisik, masyarakat dan
kebudayaannya.
b) Tujuan
praktis yaitu mempelajari manusia dalam berbagai masyarakat suku bangsa guna
membangun masyarakat suku bangsa tersebut.
C. Manfaat Landasan Antropologi Dalam Pendidikan
Setiap
manusia memiliki perbedaan, oleh karena itu seorang pendidik harus sedikit
banyak memahami latar siswa yakni keluarga, budaya, lingkungan siswa. Oleh
karena itu, antropologi dibutuhkan sebagai landasan dalam pendidikan.
Antropologi dalam pendidikan memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1. Dapat
mengetahui pola perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat secara
Universal maupun pola perilaku manusia pada tiap-tiap masyarakat (suku bangsa).
2. Dapat
mengetahui kedudukan serta peran yang harus kita lakukan sesuai dengan harapan
warga masyarakat dari kedudukan yang kita sandang.
3. Dengan
mempelajari antropologi akan memperluas wawasan kita terhadap tata pergaulan
umat manusia diseluruh dunia khususnya Indonesia yang mempunyai
kekhususan-kekhususan yang sesuai dengan karakteristik daerahnya
sehingga menimbulkan toleransi yang tinggi.
4. Dapat
mengetahui berbagai macam problema dalam masyarakat serta memiliki kepekaan
terhadap kondisi-kondisi dalam masyarakat baik yang menyenangkan serta mampu
mengambil inisiatif terhadap pemecahan permasalahan yang muncul dalam
lingkungan masyarakatnya.
Dari manfaat diatas dapat
disimpulkan bahwa, antropologi dapat menjadikan bangsa Indonesia yang memiliki
jiwa nasionalis.
D. Pengaruh Antropologi Terhadap
Lingkungan dan Masyarakat
Perbedaan
geografis mencakup perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh faktor geografis
seperti letak daerah, misalnya: pantai, daerah pegunungan, daerah tropis,
daerah sub tropis, daerah subur, daerah tandus, dan sebagainya.
Sebagai
contoh, pengaruh daerah sub tropis terhadap pola kerja manusia akan berbeda
dengan daerah tropis. Pada daerah sub tropis ada musim dimana manusia
kurang/tidak dapat bekerja secara penuh, terutama pada musim dingin, sehingga
keadaan ini memaksa manusia daerah sub tropis untuk mempersiapkan cadangan
makanan untuk musim dingin. Demikian pula masyarakat di daerah gersang akan
terpaksa bekerja lebih keras untuk mempertahankan hidupnya dibandingkan dengan
daerah subur.
Perbedaan-perbedaan
tersebut melahirkan pula perbedaan kebudayaan, baik dalam wujud ide-ide, pola,
tingkah laku maupun kebudayaan. Di daerah subur seperti di Indonesia, dimana
manusia tidak perlu berjuang keras untuk mempertahankan hidupnya, dimana
sumber-sumber alam relatif mudah diambil, membuat manusia juga bermurah hati
terhadap sesamanya, sehingga bila ada seorang warga masyarakat yang mengalami
kekurangan, orang launn dengan mudahnya membantu orang yang menderita tersebut.
Karena itu terutama di pedesaan, dimana kebutuhan hidup dari alam sekitar
relatif lebih mudah didapatkan, perasaan gotong-royong antar warga masyarakat
sangat tinggi. Sebaliknya di daerah perkotaan dimana manusia harus berusaha
lebih keras untuk mempertahankan hidupnya, maka perasaan gotong-royong itu
makin menipis, dan perasaan individualitasnya lebih tinggi.
Hal-hal
tersebut diatas juga mempengaruhi sistem nilai budaya yang dianut oleh warga
masyarakat, yang dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap proses pendidikan
yang berlangsung di masyarakat yang bersangkutan, karena proses pendidikan
tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungan geografis dan sosiokultural
masyarakat.
Studi
antropologi selain untuk kepentingan pengembangan ilmu itu sendiri, di
negara-negara yang telah membangun sangat diperlukan bagi pembuatan-pembuatan
kebijakan dalam rangka pembangunan dan pengembangan masyarakat. Landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
kaidah-kaidah antropologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh :
perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya: system mata
pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). Mengimplikasikannya perlu
diberlakukan kurikulum muatan lokal.
Dari
paparan diatas pendidikan perlu dilandasi antropologi karena
melalui antropologi bisa membuka diri tentang keanekaragaman budaya yang
dimiliki oleh Indonesia dan menghargai kebudayaan orang lain.
E. Implikasi Landasan Antropologi Dalam Pendidikan
Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam implikasi landasan antropologi, adalah sebagai
berikut.
1. Identifikasi kebutuhan belajar
masyarakat
Identifikasi kebutuhan masayarakat ini bersumber dari
informasi masyarakat sekitar. Masyarakat tersebut terdiri dari tokoh
masyarakat, baik secara formal maupun informal, tokoh agama, dan perwakilan
masyarakat kelas bawah. Hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan data
yang dijadikan bahan pengembangan kurikulum.
2. Keterlibatan
partisipasi masyarakat
Setelah mengidentifikasi kebutuhan belajar, maka
masyarakat ikut serta dalam merancang kurikulum, menyediakan sarana dan
prasarana, menentukan nara sumber sebagai fasilitator, dan ikut menilai hasil
belajar.
3. Pemberian
pendidikan kecakapan hidup
Pendidikan kecakapan hidup merupakan
pendidikan dalam bentuk pemberian keterampilan dan kemampuan dasar pendukung
fungsional, membaca, menulis, berhitung, memcahkan masalah, mengelola sumber
daya, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan teknologi (Dikdasmen 2002, dalam Efendi, 2009).
F. Aplikasi Landasan Antropologi Dalam
Pendidikan Saat Ini
Penerapan
landasan antropologi dalam pendidikan saat ini adalah sebagai berikut:
1.
Model pembelajaran berbasis budaya lokal.
Model
pembelajaran ini diterapkan melalui muatan lokal. Materi disesuaikan dengan
potensi lokal masing-masing daerah di lingkungan sekolah. Sehingga siswa dapat
mengenali potensi budayanya sendiri, mengembangkan budaya, menumbuhkan cinta
tanah air, dan mempromosikan budaya lokal kepada daerah lain.
2.
Metode pembelajaran karya wisata
Guru mengajak siswa ke suatu tempat ( objek ) tertentu
untuk mempelajari sesuatu dalam rangka suatu pelajaran di sekolah. Metode
karyawisata berguna bagi siswa untuk membantu mereka memahami kehidupan ril
dalam lingkungan beserta segala masalahnya . Misalnya, siswa diajak ke museum,
kantor, percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung
nilai sejarah/kebudayaan tertentu.
3.
Pembelajaran dengan modeling
Modelling adalah
metode pembelajaran dengan menggunakan model (guru) sebagai obyek belajar
perubahan tingkah laku yang kemudian ditiru oleh siswa. Modelling bertujuan
untuk mengembangkan keterampilan fisik dan mental siswa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, yang berusaha menyusun
generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk
memperoleh pengertian yang lengkap
tentang keanekaragaman manusia. Objek kajian antropologi adalah budaya.
Kebudayaan adalah totalitas kompleks yang mencangkup pengetahuan,
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan
berubah maka pendidikan juga bisa ikut berubah dan bila pendidikan berubah akan
akan dapat mengubah kebudayaan. Disini tampak bahwa peranan pendidikan dalam
mengembangkan kebudayaan adalah sangat besar. Semakin potensi seseorang
dikembangkan semakin mampu ia menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab
kebudayaan dikembangkan oleh manusia.
Antropologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan
memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis berdasarkan konsep-konsep
dan pendekatan Antropologi.
B.
Saran
Seharusnya di sekolah-sekolah juga perlu mengembangkan antropologi
pendidikan kurikulum agar anak didik serta pendidiknya mengerti dan paham
asal-usul mengapa kebudayaan di sekeliling kita diadakan, apa makna dibalik
kebudayaan tersebut, apa manfaat dari kebudayaan tersebut, relevankah
kebudayaan itu dengan kehidupan dan kepercayaan umat manusia sebagai manusia
yang beragama masa kini.
Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan berubah
maka pendidikan juga bisa ikut berubah dan bila pendidikan berubah akan akan
dapat mengubah kebudayaan. Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin mampu
ia menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab kebudayaan dikembangkan
oleh manusia. Pendidikan multicultural perlu ditanamkan sejak dini baik melalui
pendidikan formal maupun non formal, agar anak memiliki rasa.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, M.
2009. Kurikulum dan Pembelajaran: Pengantar ke Arah Pemahaman KBK,
KTSP, dan SBI. Malang: Universitas Negeri Malang.
Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan
Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Saefuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi
Kontemporer Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Prenanda
Media.
Sukardjo, M.
& Komarudin, Ukim. 2009. Landasan
Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sudomo.
1989. Landasan Pendidikan. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Wahyudin, Dinn., dkk. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Widyastuti, Aryani. http://aryaniwidhiastuti.blogspot.com/2012/12/sejarah-perkembangan-antropologi-semest.html.
di akses 6 Maret 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar