BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pentingnya Rencana
Pengembangan Sekolah (RPS)
Rencana
Pengembangan Sekolah (RPS) merupakan salah satu wujud dari salah satu fungsi
manajemen sekolah yang amat penting yang harus dimiliki sekolah. RPS berfungsi
untuk memberi arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah dalam rangka menuju
tujuan sekolah yang lebih baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang
kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan.
Berdasarkan
pada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya pada Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), mulai
sekarang setiap sekolah pada semua satuan, jenis dan jenjang pendidikan
termasuk SMP harus memenuhi SNP tersebut. Salah satu upaya untuk mencapai SNP,
setiap sekolah wajib membuat RPS.
RPS wajib
dibuat oleh semua SMP, baik yang termasuk kelompok rintisan, potensial,
nasional maupun internasional. RPS harus
dimiliki oleh setiap sekolah sebagai panduan dalam penyelenggaraan pendidikan,
baik untuk jangka panjang (20 tahun), menengah (5 tahun) maupun pendek (satu
tahun). Diharapkan, semua jenis kelompok sekolah menggunakan format RPS yang
sama. Perbedaannya terletak pada isi, kedalaman, dan luasan atau cakupan
program sesuai dengan kondisi sekolah dan tuntutan masyarakat sekitarnya.
Perbedaan lainnya adalah lama waktu pencapaian SNP. Bagi sekolah yang memiliki
potensi lebih tinggi dari pada sekolah lain akan dapat mencapai SNP relatip
lebih cepat. Demikian sebaliknya, bagi sekolah yang miskin potensi akan lebih
lamban dalam mencapai SNP. Namun demikian harapannya adalah semua sekolah
tersebut dalam kurun waktu tertentu mencapai SNP yang ditentukan oleh
pemerintah.
Standar
Nasional Pendidikan yang harus dicapai oleh tiap sekolah tersebut meliputi
standar kelulusan, kurikulum, proses, pendidikan dan tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian pendidikan. Sangat
dimungkinkan suatu sekolah telah memenuhi standar kelulusan tetapi fasilitasnya
belum standar atau sebaliknya. Suatu sekolah sekarang kondisinya kurang dalam
standar fasilitas seperti ruang kelas, laboratorium, buku, dan sebagainya dan
secara bertahap akan dipenuhi selama kurun waktu tertentu. Sementara itu
kondisi gurunya telah memenuhi SNP. Begitu seterusnya pada aspek-aspek lainnya.
Suatu sekolah dimungkinkan dalam waktu lima tahun mampu mencapai SNP, sementara
itu terdapat sekolah untuk mencapai SNP memerlukan waktu 15 tahun. Semua itu
sangat tergantung kepada unsur-unsur yang ada di sekolah itu sendiri. Dan
apabila suatu sekolah telah memenuhi SNP, maka diharapkan akan mampu
menyelenggarakan pendidikan secara efektif, efisien, berkualitas, relevan, dan
mampu mendukung tercapainya pemerataan pendidikan bagi masyarakat luas.
Oleh karena
itu dipandang sangat penting adanya suatu pedoman pencapaian SNP yang mampu
memberikan arah dan pegangan bagi tiap sekolah dalam rangka pencapaian SNP
tersebut. Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) diharapkan menjadi salah satu cara
untuk mengatasi permasalahan tersebut, baik bagi sekolah rintisan, potensial
maupun nasional.
RPS sangat
penting manfaatnya bagi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk penyusunan rencana
pendidikan di daerahnya. Semua RPS di Kabupaten/Kota dapat dijadikan dasar bagi
penyusunan Rencana Pengembangan Pendidikan Kabupaten/Kota (RPPK). Dengan cara
ini, RPPK akan lebih relevan dengan kebutuhan setiap sekolah di daerahnya.
Demikian manfaat bagi Dinas Pendidikan Tingkat Propinsi. Dalam membuat Rencana
Pengembangan Pendidikan Propinsi (RPPP) harus didasarkan atas semua RPPK yang
ada di daerahnya. Demikian juga pada tingkat nasional, RPPP dapat digunakan
sebagai informasi bagi penyusunan Rencana Pengembangan Pendidikan Nasional
(RPPN).
B.
Tujuan
Adapun
tujuan adanya pedoman penyusuan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) ini antara
lain adalah:
1.
Untuk
memberikan pedoman bagi semua jenis kelompok sekolah, yaitu sekolah rintisan,
potensial, dan nasional dalam membuat Rencana Pengembangan Sekolah (RPS).
2.
Untuk
memberikan pedoman bagi semua Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam membuat
Rencana Pengembangan Pendidikan Kabupaten/Kota
(RPPK).
3.
Untuk
memberikan pedoman bagi semua Dinas Pendidikan Propinsi dalam membuat Rencana
Pengembangan Pendidikan Propinsi (RPPP).
4.
Untuk
memberikan pedoman bagi Departemen Pendidikan Nasional dalam membuat Rencana
Pengembangan Pendidikan Nasional (RPPN).
5.
Untuk
memberikan pedoman bagi semua sekolah dalam mencapai SNP, sesuai dengan kondisi
sekolah dan daerahnya.
6.
Untuk
memberikan pedoman bagi semua stakeholder
di daerah/pusat dalam partisipasinya kepada sekolah untuk mencapai SNP.
7.
RPS digunakan
sebagai dasar atau acuan bagi pihak-pihak terkait dalam melakukan monitoring,
evaluasi, pembinaan dan pembimbingan kepada sekolah.
BAB II
RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH (RPS)
A.
Pengertian Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat, melalui urutan pilihan,
dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. RPS adalah dokumen tentang
gambaran kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka untuk mencapai
perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan.
B.
Istilah-istilah Dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
1.
Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang
diinginkan pada akhir periode perencanaan.
2.
Misi adalah rumusan umum mengenai tindakan
(upaya-upaya) yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.
3.
Tujuan (baku) adalah rumusan mengenai apa yang
diinginkan pada kurun waktu tertentu (jangka panjang dan menengah).
4.
Sasaran/tujuan situasional (tujuan jangka pendek)
adalah rumusan spesifik mengenai apa yang diinginkan pada kurun waktu tertentu,
yaitu satu tahun, dengan memperhitungkan
tantangan nyata yang dihadapi (sasaran merupakan jabaran tujuan).
5.
Identifikasi
tantangan nyata: adalah mengidentifikasi kondisi nyata sekolah saat ini dan
yang akan datang. Tantangan nyata merupakan selisih (ketidaksesuaian) antara
output (hasil pendidikan yang berupa keluaran) sekolah saat ini dan output
sekolah yang diharapkan di masa yang akan datang (tujuan sekolah). Besar
kecilnya ketidaksesuaian antara output sekolah saat ini (kenyataan) dengan
output sekolah yang diharapkan (idealnya) di masa yang akan datang
memberitahukan besar kecilnya tantangan.
6.
Identifikasi
fungsi: adalah mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk
mencapai sasaran dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya.
Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, fungsi proses belajar mengajar beserta
fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi
perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan
kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan
sekolah-masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
7.
Analisis
SWOT: Analisis
SWOT adalah suatu teknik analisis untuk menentukan tingkat kesiapan setiap
fungsi dan faktor-faktor sekolah. Melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) akan diketahui sejauhmana
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tiap fungsi dan faktor sekolah.
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan
setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui tingkat kesiapan setiap fungsi
dan faktor-faktornya dicapai melalui membandingkan faktor dalam kondisi nyata
dengan faktor dalam kriteria kesiapan. Yang dimaksud dengan kriteria kesiapan
faktor adalah faktor yang memenuhi kriteria/standar untuk mencapai
sasaran/tujuan situasional. Faktor yang memenuhi kriteria/standar ini ditemukan
melalui perhitungan-perhitungan atau pertimbangan-pertimbangan yang bersumber
pada pencapaian sasaran.
Langkah-langkah pemecahan persoalan: adalah memilih langkah-langkah
pemecahan persoalan (peniadaan), yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah
fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan,
yang sama artinya dengan ada ketidaksiapan fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan
tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan
tindakan-tindakan yang mengubah ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan
yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah
pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna
kelemahan dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni
dengan memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/atau
peluang.
8.
Strategi
adalah langkah-langkah berisikan program-program inovatif untuk mewujudkan visi
dan misi;
9.
Kebijakan
adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah Pusat/Daerah untuk mencapai
tujuan;
10.
Program adalah
instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh
sekolah untuk mencapai tujuan.
11.
Kegiatan
adalah rincian langkah-langkah operasional yang berupa aktivitas/kerja untuk
mewujudkan program sekolah
C.
Landasan
Hukum Rencana Pengembangan Sekolah
Rencana Pengembangan
Sekolah dibuat berdasarkan peraturan-perundangan yang berlaku yaitu: Undang-Undang
Nomor 25 tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan
Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dan Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009.
BAB
III
PROSES PENYUSUNAN
RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH (RPS)
A.
Tujuan Perencanaan Pendidikan dan Perencanaan Sekolah
1.
Tujuan Perencanaan Pendidikan
a.
Mendukung koordinasi antarpelaku pendidikan.
b.
Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan
sinergi baik antara sekolah dengan dinas pendidikan, dinas pendidikan propinsi,
dan pusat
c.
Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
d.
Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin
tercapainya penggunaan sumber-daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.
2.
Tujuan
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) disusun dengan tujuan
untuk:
a.
menjamin agar
perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat
kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil.
b.
mendukung koordinasi antar pelaku sekolah.
c.
menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan
sinergi baik antar pelaku sekolah, antarsekolah dan dinas pendidikan
kabupaten/kota, dan antarwaktu.
d.
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
e.
mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan
masyarakat, dan
f.
menjamin tercapainya penggunaan sumber-daya secara
efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
g.
sebagai dasar ketika melaksanakan monitoring dan
evaluasi pada akhir program
B.
Sistem
Perencanaan Sekolah dan Rentang Waktu RPS
Sistem Perencanaan Sekolah
adalah satu kesatuan tata cara perencanaan sekolah untuk menghasilkan
rencana-rencana sekolah (RPS) dalam jangka panjang, jangka menengah, dan
tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara sekolah dan masyarakat
(diwakili oleh komite sekolah). Perbedaan antara satu dengan lainnya adalah:
1.
RPS Jangka
Panjang adalah dokumen perencanaan sekolah untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
2.
RPS Jangka
Menengah (Rencana Strategis) adalah dokumen perencanaan sekolah untuk periode 5
(lima) tahun.
3.
RPS Tahunan
adalah dokumen perencanaan sekolah untuk periode 1 (satu) tahun.
C.
Aspek-aspek
yang Dikembangkan dalam Perencanaan Sekolah
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), setiap sekolah harus
memenuhi SNP. Oleh karena itu, aspek-aspek yang harus disusun dalam perencanaan
pengembangan sekolah juga harus sesuai dengan tuntutan SNP tersebut yaitu 8 (delapan) standar nasional pendidikan:
kompetensi lulusan, isi (kurikulum), proses, pendidik dan tenaga kependidikan,
pengelolaan, prasarana dan sarana, pembiayaan, dan penilaian.
Namun demikian, ditinjau dari sisi
pemerataan, kualitas, relevansi, efisiensi, dan pengembangan kapasitas, dari
delapan SNP tersebut dapat dijabarkan menjadi lebih rinci dalam RPS, misalnya:
1.
Pemerataan keslimaan: persamaan
keslimaan, akses, dan keadilan atau kewajaran. Contoh-contoh perencanaan
pemerataan keslimaan misalnya: bea siswa untuk siswa miskin, peningkatan angka
melanjutkan, pengurangan angka putus sekolah, dsb.
2.
Peningkatan kualitas. Kualitas
pendidikan sekolah meliputi input, proses, dan output, dengan catatan bahwa
output sangat ditentukan oleh proses, dan proses sangat dipengaruhi oleh
tingkat kesiapan input. Contoh-contoh perencanaan kualitas misalnya,
pengembangan input siswa, pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan (guru,
kepala sekolah, konselor, pustakawan, laboran, dsb.), pengembangan sarana dan
fasilitas sekolah, seperti : pengembangan Laboratorium IPA, Laboratorium
Bahasa, Laboratorium IPS, Laboratorium Komputer, dan lab lainnya, pengembangan
media pembelajaran, pengembangan ruang/kantor, rasio (siswa/guru, siswa/kelas,
siswa/ sekolah), pengembangan bahan ajar, pengembangan model pembelajaran
(pembelajaran tuntas, pembelajaran dengan melakukan, pembelajaran kontekstual,
pembelajaran kooperatif, dsb.), pengembangan lingkungan pembelajaran yang
kondusif, pengembangan komite sekolah, dsb. Peningkatan kualitas siswa (UN,
UAS, keterampilan kejuruan, kesenian, olahraga, karya ilmiah, keagamaan,
ke-disiplinan, karakter, budi-pekerti, dsb.)
3.
Peningkatan
efisiensi. Efisiensi merujuk pada hasil yang maksimal dengan biaya yang wajar. Efisiensi dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal.
Efisiensi internal merujuk kepada hubungan antara output sekolah (pencapaian
prestasi belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan untuk memroses/
menghasilkan output sekolah. Efisiensi eksternal merujuk kepada hubungan antara
biaya yang digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif
(individual, sosial, ekonomik dan non-ekonomik) yang didapat setelah kurun
waktu yang panjang diluar sekolah. Contoh-contoh perencanaan peningkatan
efisiensi misalnya: peningkatan angka kelulusan, rasio keluaran/masukan, angka
kenaikan kelas/transisi, penurunan angka mengulang, angka putus sekolah, dan
peningkatan angka kehadiran serta peningkatan pembiayaan pendidikan peserta
didik.
4.
Peningkatan
relevansi. Relevansi merujuk kepada kesesuaian hasil pendidikan dengan kebutuhan
(needs), baik kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga, dan kebutuhan pembangunan
yang meliputi berbagai sektor dan sub-sektor. Contoh-contoh perencanaan
relevansi misalnya; program keterampilan kejuruan/ kewirausahaan/usaha kecil
bagi siswa-siswa yang tidak melanjutkan, kurikulum muatan lokal, pendidikan
kecakapan hidup khususnya untuk mencari nafkah, dsb.
5.
Pengembangan kapasitas. Pengembangan kapasitas
sekolah adalah upaya-upaya yang dilakukan secara sistematik untuk menyiapkan
kapasitas sumberdaya sekolah (sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya),
pengembangan kelembagaan sekolah, pengembangan manajemen sekolah, dan
pengembangan sistem sekolah agar mampu dan sanggup menjalankan tugas pokok dan
fungsinya dalam kerangka untuk meng-hasilkan output yang diharapkan serta
menghasilkan pola pengelolaan sekolah yang ”good governance” dan akuntabel.
Secara lebih rinci aspek-aspek yang dapat
dikembangkan berdasarkan SNP sehingga dalam penyelenggaraannya efisien dan relevan, berkualitas, dan
memenuhi pemerataan pendidikan, antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Pengembangan Standar Isi (Kurikulum)
Menurut PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang SNP, yang
dimaksudkan dengan standar isi pendidikan adalah mencakup lingkup materi dan
tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum,
beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan/akademik.
a.
Kelompok Mata Pelajaran dan Kedalaman Isi
Standar isi pendidikan
mengatur kerangka dasar kurikulum, beban belajar, kalender akademik, dan
kurikulum tingkat satuan pendidikan. Standar isi mencakup lingkup dan kedalaman
materi pembelajaran untuk memenuhi standar kompetensi lulusan. Kurikulum SMP
terdiri dari: kelompok mata pelajaran keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;kelompok mata pelajaran estetika; dan
kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Setiap kelompok mata
pelajaran dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing
kelompok mata pelajaran ikut mewarnai pemahaman dan/atau penghayatan peserta
didik. Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan
peserta didik. Pelaksanaan semua kelompok mata pelajaran disesuaikan dengan
tingkat perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Kelompok mata pelajaran keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia pada SMP dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual. Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SMP dimaksudkan untuk
peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta
peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk
wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak
asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan
gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan
membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP dimaksudkan
untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta
membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata
pelajaran estetika pada SMP dimaksudkan untuk meningkatkan sensitifitas,
kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SMP dimaksudkan
untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sportifitas dan kesadaran
hidup sehat. Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup
sehat yang bersifat individual maupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan
seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS,
demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah.
Kelompok mata pelajaran keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia serta Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SMP
diamalkan sehari-hari oleh peserta didik di dalam dan di luar sekolah, dengan
contoh pengamalan diberikan oleh setiap pendidik dalam interaksi sosialnya di
dalam dan di luar sekolah, serta dikembangkan menjadi bagian dari budaya
sekolah. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SMP
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia,
kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani. Kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam (sekurang-kurangnya
terdiri dari fisika, kimia, dan biologi), ilmu pengetahuan sosial
(sekurang-kurangnya terdiri dari ketatanegaraan, ekonomika, sosiologi,
antropologi, sejarah, dan geografi), keterampilan/kejuruan, dan/atau teknologi
informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan. Kelompok mata
pelajaran estetika pada SMP dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan. Kelompok
mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SMP dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan
alam, dan muatan lokal yang relevan.
Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan
dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan
Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi
terdiri dari standar kompetensi dan kompetensi dasar. Ketentuan mengenai
kedalaman muatan kurikulum dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan oleh Menteri.
b.
Beban Belajar
Beban belajar untuk SMP diperhitungkan dengan menggunakan
jam pembelajaran per minggu per semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur sesuai dengan kebutuhan dan ciri masing-masing.
c.
Kurikulum Kecakapan Hidup
Kurikulum untuk SMP dapat memasukkan pendidikan
kecakapan hidup. Pendidikan kecakapan hidup mencakup kecakapan pribadi,
kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Pendidikan
kecakapan hidup dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok keimanan dan
ketakwaan, pendidikan akhlak mulia dan kepribadian, pendidikan ilmu pengetahuan
dan teknologi, pendidikan estetika, atau pendidikan jasmani, olah raga, dan
kesehatan. Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan
pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah
memperoleh akreditasi.
d.
Kurikulum Muatan Lokal
Kurikulum untuk SMP dapat memasukkan pendidikan berbasis
keunggulan lokal. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat merupakan bagian
dari pendidikan kelompok keimanan dan ketakwaan, pendidikan akhlak mulia dan
kepribadian, pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan estetika,
atau pendidikan jasmani, olah raga, dan
kesehatan. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta
didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan
nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
e.
Kalender pendidikan
Waktu pembelajaran yang dituangkan dalam kalender pendidikan atau
kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar,
waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
f.
Aspek-aspek
yang Dikembangkan dalam Program-program Sekolah rintisan, potensial dan SSN
Bidang Standar Isi (Kurikulum)
Program-program yang dapat dikembangkan dalam standar isi
(kurikulum) ini antara lain:
1)
Pengembangan kurikulum satuan pendidikan (dengan
berbagai jenis muatan kurikulum sesuai dengan ketentuan SNP)
2)
Penyusunan kalender pendidikan
3)
Pengembangan pemetaan KBK untuk semua mata pelajaran
4)
Pengembangan silabus untuk semua mata pelajaran
5)
Pengembangan sistem penilaian untuk semua mata
pelajaran
6)
Pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran untuk
semua mata pelajaran
7)
Penyusunan beban belajar
Pengembangan isi
tersebut dilakukan baik untuk kelas VII, VIII maupun kelas IX.
Target yang harus
dicapai dalam aspek ini antara lain ditunjukkan oleh indikator
indikator:
1)
Terdokumentasikan
kurikulum satuan pendidikan yang dijalankan sekolah (KBK)
2)
Tersedianya
perangkat pembelajaran secara lengkap (pemetaan, silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran), baik untuk semua mata pelajaran maupun semua jenjang kelas
3)
Terdokumentasikan
kurikulum satuan pendidikan di sekolah yang bersangkutan
4)
Dan
terdapat peningkatan lain yang terkait dengan standar isi pendidikan
2.
Pengembangan Standar Proses Pendidikan
a.
Standar Proses Pendidikan Dalam SNP
Dijelaskan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP bahwa
yang dimaksud dengan standar proses pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Dalam proses pembelajaran
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, memotivasi, menyenangkan,
menantang, mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologisnya. Dalam
proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
Untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan, pelaksanaan, penilaian
proses pembelajaran, dan pengawasan yang baik. Perencanaan harus didukung oleh
sekurang-kurangnya dokumen kurikulum, silabus untuk setiap mata pelajaran,
rencana pelaksanaan pembelajaran, buku teks pelajaran, pedoman penilaian, dan
alat/media pembelajaran. Pelaksanaan harus memperhatikan jumlah maksimal
peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio
maksimal buku teks pelajaran per peserta didik, dan rasio maksimal jumlah
peserta didik per pendidik. Penilaian proses pembelajaran pada SMP untuk
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi harus menggunakan
berbagai teknik penilaian, termasuk ulangan, sesuai dengan kompetensi dasar
yang harus dikuasai dalam satu tahun. Penilaian proses pembelajaran untuk
kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi harus mencakup
observasi dan evaluasi harian secara individual terhadap peserta didik, serta
observasi dan evaluasi akhir secara individual yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya satu kali dalam satu semester. Penilaian proses pembelajaran
harus mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Pengawasan mencakup pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
b.
Program Pengembangan Standar Proses Pendidikan pada
Sekolah Rintisan, Potensial, dan SSN
Dalam
upaya-upaya menuju kepada standar proses pendidikan sebagaimana halnya
ditentukan oleh SNP, maka bagi setiap sekolah diharapkan mengembangkan berbagai
program dan kegiatan, diantaranya adalah:
1)
Pengembangan
dan inovasi-inovasi metode pengajaran pada semua mata pelajaran, khususnya penerapan metode
atau strategi pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning)
2)
Pengembangan dan inovasi-inovasi
bahan pembelajaran
3)
Pengembangan dan inovasi-inovasi
sumber pembelajaran
4)
Pengembangan dan inovasi-inovasi
model-model pengelolaan atau manajemen kelas
Target yang harus dicapai dalam aspek ini antara lain
ditunjukkan oleh indikator-indikator:
1)
Semua mata pelajaran pada semua jenjang kelas telah
dilaksanakan dengan menggunakan berbagai strategi pembelajaran, utamanya CTL
2)
Terdapat
peningkatan inovasi bahan pembelajaran, baik secara kualitas maupun kuantitas
3)
Terdapat
peningkatan inovasi sumber pembelajaran, baik secara kualitas maupun kuantitas
4)
Terdapat
peningkatan inovasi pengelolaan kelas/pengelolaan pembelajaran dan sebagainya
3.
Pengembangan
Standar Kompetensi Lulusan
Sebagaimana dijelaskan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang SNP, bahwa yang dimaksud
dengan standar kompetensi lulusan pendidikan adalah kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Standar kompetensi
lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan. Standar kompetensi lulusan meliputi kompetensi
untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran, termasuk kompetensi
membaca dan menulis. Kompetensi lulusan mencakup pengetahuan, keterampilan, dan
sikap sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Standar kompetensi lulusan
pada jenjang SMP diarahkan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut. Standar kompetensi lulusan SMP dikembangkan oleh BSNP
dan ditetapkan oleh Menteri.
Adapun beberapa program dan kegiatan yang dapat dikembangkan yang berkaitan
dengan standar kompetensi lulusan pendidikan ini antara lain:
a.
Pengembangan
standar kelulusan atau GSA pada setiap tahunnya
b.
Pengembangan
standar pencapaian ketuntasan kompetensi pada tiap tahun atau semester
c.
Pengembangan
kejuaraan lomba-lomba bidang akademik
d.
Pengembangan
kejuaraan lomba-lomba bidang non akademik.
Target
yang harus dicapai dalam aspek ini antara lain ditunjukkan oleh
indikator-indikator:
a.
Terdapat
peningkatan gain score achievement (GSA) pada setiap semester atau tahun,
terhadap pencapaian keutntasan
kompetensi untuk semua mata pelajaran
b.
Terdapat
peningkatan rata-rata pencapaian gain score achievement (GSA) pada tahun
terhadap mata pelajaran yang di-UN-kan
berdasarkan kepada standar kelulusan yang ditetapkan
c.
Terdapat
peningkatan prestasi non akademik tiap tahunnya
4.
Pengembangan
Standar Pendidik dan Tenaga kependidikan
Pengertian Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan menurut PP 19 Tahun 2005 Tentang SNP adalah kriteria pendidikan
prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau
sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
Kompetensi adalah tingkat kemampuan minimal yang harus dipenuhi seorang
pendidik untuk dapat berperan sebagai agen pembelajaran. Kompetensi sebagai
agen pembelajaran pada jenjang SMP meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial sesuai Standar Nasional Pendidikan, yang dibuktikan dengan
sertifikat profesi pendidik, yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi pedagogik
merupakan kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian mencerminkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi
profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam
yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial merupakan
kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau
sertifikat keahlian tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan
dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan. Kualifikasi
akademik pendidikan minimum untuk pendidik pada tingkat SMP adalah: diploma
lima (D-IV) atau sarjana (S1).
Tenaga kependidikan pada SMP
sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah. Tenaga
Kependidikan pada pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi harus memiliki kualifikasi,
kompetensi dan sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya. Persyaratan untuk
menjadi kepala SMP meliputi: berstatus guru SMP; Memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundangan yang
berlaku; Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SMP;
dan Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan.
Adapun program-program dan
kegiatan-kegiatan yang dapat dikembangkan mengenai standar pendidik dan tenaga
kependidikan ini antara lain:
a.
Pengembangan
atau peningkatan kompetensi pendidik aspek profesionalisme
b.
Pengembangan
atau peningkatan kompetensi pendidik aspek pedagogik
c.
Pengembangan
atau peningkatan kompetensi pendidik aspek sosial
d.
Pengembangan
atau peningkatan kompetensi pendidik aspek kepribadian
e.
Pengembangan
atau peningkatan kompetensi tenaga TU dan lainnya
f.
Pengembangan
atau peningkatan kompetensi kepala sekolah
g.
Pelaksanaan
monitoring dan evaluasi oleh kepala sekolah terhadap kinerja pendidik dan
tenaga TU atau lainnya, dan
h.
Peningkatan
kuantitas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
Target
yang harus dicapai dalam aspek ini antara lain ditunjukkan oleh
indikator-indikator:
a.
Terdapat
peningkatan jumlah tenaga pendidikan dan kependidikan sesuai kebutuhan sekolah
b.
Terdapat
peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan sesuai SNP
c.
Terselenggaranya
ME tiap tahun khususnya tentang kinerja sekolah
d.
Terselenggaranya
ME tiap tahun khususnya tentang kinerja pendidik
e.
Terselenggaranya
ME tiap tahun khususnya tentang kinerja kepala sekolah
f.
Terselenggaranya
supervisi klinis tiap tahun khususnya kepada pendidik, dan
5.
Pengembangan Standar Prasarana dan Sarana Pendidikan
Pengertian standar Prasarana dan sarana pendidikan menurut PP Nomor 19
tahun 2005 Tentang SNP adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
persyaratan minimal tentang lahan, ruang kelas, tlima berolahraga, tlima
beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tlima bermain, tlima
berkreasi, perabot, alat dan media pendidikan, buku, dan sumber belajar lain,
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi.
Standar prasarana pendidikan mencakup persyaratan minimal dan wajib
dimiliki oleh setiap satuan pendidikan lahan, tentang, ruang kelas, ruang
pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tlima berolahraga, tlima beribadah, tlima bermain, tlima berkreasi, dan
ruang/tlima lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. Standar sarana pendidikan mencakup persyaratan
minimal tentang perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Lahan satuan pendidikan meliputi sekurang-kurangnya lahan untuk bangunan
satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan
pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu lingkungan yang secara
ekologis nyaman dan sehat. Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam
rasio luas lahan per peserta didik. Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan
letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan sejenis dan
sejenjang, serta letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan
pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta didik. Standar letak lahan
satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui
oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut. Standar letak
lahan satuan pendidikan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, dan kesehatan
lingkungan. Standar rasio luas ruang kelas per peserta didik, rasio luas bangunan per peserta didik, dan
rasio luas lahan per peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan oleh
Menteri. Standar kualitas bangunan minimal pada SMP adalah kelas B. Standar keragaman
buku perpustakaan dinyatakan dalam jumlah minimal judul buku di perpustakaan
satuan pendidikan. Standar jumlah buku teks pelajaran di perpustakaan
dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran untuk masing-masing
mata pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan per peserta didik. Standar
sumber belajar lainnya untuk setiap satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio
jumlah sumber belajar terhadap peserta didik sesuai dengan jenis sumber belajar
dan karakteristik satuan pendidikan.
Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam
(IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran
lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal
peralatan yang harus tersedia. Standar jumlah peralatan dinyatakan dalam rasio
minimal jumlah peralatan per peserta didik. Satuan pendidikan yang memiliki
peserta didik, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang memerlukan layanan
khusus wajib menyediakan akses ke sarana dan prasarana yang sesuai dengan
kebutuhan mereka. Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan menjadi tanggung
jawab satuan pendidikan yang bersangkutan. Pemeliharaan dilakukan secara
berkala dan berkesinambungan dengan memperhatikan masa pakai.
Adapun program-program dan kegiatan yang dapat dikembangkan mengenai
standar prasarana dan sarana baik secara kuantitas maupun kualitas antara lain:
a.
Peningkatan
dan pengembangan serta inovasi-inovasi media pembelajaran untuk semua mata
pelajaran
b.
Peningkatan
dan pengembangan serta inovasi-inovasi peralatan pembelajaran untuk semua mata
pelajaran
c.
Pengembangan
prasarana (ruang, laboratorium, dll) pendidikan dan atau pembelajaran
d.
Penciptaan
atau pengembangan lingkungan belajar yang kondusif
e.
Peningkatan dan pengembangan peralatan laboratorium
komputer, IPA, Bahasa, dan laboratorium lainnya
f.
Pengembangan jaringan internet, baik bagi peserta
didik, pendidik maupun tenaga kependidikan
g.
Pengembangan atau peningkatan peralatan/bahan
perawatan sarana dan prasarana pendidikan, dan
h.
Pengembangan peralatan dan inovasi-inovasi pusat-pusat sumber belajar.
Target yang harus dicapai dalam aspek ini antara lain
ditunjukkan oleh indikator indikator:
a.
Terdapat
peningkatan kuantitas dan kualitas media pembelajaran tiap mata pelajaran untuk
semua jenjang kelas, selaras dengan strategi pembelajaran yang diterapkan
(khususnya CTL)
b.
Terdapat
peningkatan kuantitas dan kualitas peralatan pembelajaran tiap mata pelajaran
untuk semua jenjang kelas, selaras dengan strategi pembelajaran yang diterapkan
(khususnya CTL)
c.
Terdapat
peningkatan kuantitas dan kualitas prasarana pendidikan dan atau pembelajaran
d.
Terdapat
peningkatan kuantitas dan kualitas media dan peralatan pembelajaran praktik
tiap mata pelajaran untuk semua jenjang kelas, selaras dengan strategi
pembelajaran yang diterapkan (khususnya CTL)
e.
Terpasangnya
jaringan internet, baik dalam lab komputer peserta didik, guru maupun kepala
sekolah
f.
Terlaksananya
perawatan prasarana, peralatan, dan media pembelajaran atau sekolah secara
berkala, dan
g.
Terdapat
prasarana sumber-sumber belajar yang memadai (perpustakaan, pusat media
pembelajaran audio visual).
6.
Pengembangan Standar Pengelolaan Pendidikan
Seperti dijelaskan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang SNP bahwa yang
dimaksudkan dengan standar pengelolaan pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai
efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan satuan
pendidikan menjadi tanggung jawab kepala satuan pendidikan. Pengelolaan SMP
menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian,
kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam perencanaan
program, penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kegiatan pembelajaran,
pendayagunaan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana dan prasana pendidikan,
penilaian kemajuan hasil belajar, dan pengawasan.
Pada satuan pendidikan SMP kepala satuan pendidikan dalam melaksanakan
tugasnya dibantu minimal oleh satu orang wakil kepala satuan pendidikan.
Keputusan akademik pada satuan pendidikan ditetapkan oleh rapat dewan pendidik.
Rapat dewan pendidik dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang
berorientasi pada mutu, dan apabila keputusan dengan prinsip musyawarah mufakat
tidak tercapai, pengambilan keputusan ditetapkan atas dasar suara
terbanyak. Pada jenjang pendidikan SMP
melibatkan Komite Sekolah. Komite Sekolah sekurang-kurangnya terdiri dari
anggota masyarakat yang mewakili orang tua/wali peserta didik, tokoh
masyarakat, praktisi pendidikan, dan pendidik, yang memiliki wawasan,
kepedulian dan komitmen terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Setiap satuan pendidikan harus memiliki pedoman atau aturan yang
sekurang-kurangnya mengatur tentang: Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan
silabus; Kalender kegiatan pendidikan, yang menunjukkan seluruh kategori
aktifitas satuan pendidikan selama satu tahun dan dirinci secara semesteran,
bulanan, dan mingguan; Struktur organisasi satuan pendidikan; Pembagian tugas di
antara pendidik; Pembagian tugas di antara tenaga kependidikan; Peraturan
akademik; Tata tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi tata tertib
pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana; Kode etik hubungan antara sesama warga di
dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan
dengan masyarakat.
Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan. Rencana
kerja tahunan merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah
satuan pendidikan yang meliputi masa 5 (lima) tahun. Rencana kerja meliputi
sekurang-kurangnya: kalender pendidikan atau akademik yang meliputi
sekurang-kurangnya jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler,
dan hari libur; jadwal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk
tahun ajaran berikutnya; mata pelajaran yang ditawarkan pada semester gasal,
semester genap, dan semester pendek bila ada; penugasan pendidik pada mata
pelajaran dan kegiatan lainnya; buku teks pelajaran yang dipakai pada
masing-masing mata pelajaran; jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana pembelajaran; pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal bahan
habis pakai; program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang
meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta, dan penyelenggara program;
jadwal rapat Dewan Pendidik, rapat konsultasi satuan pendidikan dengan orang
tua/wali peserta didik, dan rapat satuan pendidikan dengan komite sekolah; rencana
anggaran pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun;
jadwal penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja satuan pendidikan untuk
satu tahun terakhir. Rencana kerja harus disetujui rapat dewan pendidik setelah
memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah.
Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan berpedoman kepada rencana kerja
tahunan. Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan secara mandiri,
efisien, efektif, dan akuntabel. Untuk jenjang SMP, pelaksanaan pengelolaan
satuan pendidikan yang tidak sesuai dengan rencana kerja tahunan harus mendapat
persetujuan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah. Pelaksanaan kegiatan
yang perlu atau mendesak tetapi tidak diprogramkan di dalam rencana kerja
tahunan dilaksanakan secara ad-hoc dan bertanggung jawab. Pelaksanaan kegiatan
tersebut harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari rapat dewan
pendidik dan komite sekolah dan kemudian dipertanggungjawabkan kepada rapat
dewan pendidik dan komite sekolah.
Pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, pemeriksaan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Pemantauan
dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pemimpin satuan pendidikan
dan komite sekolah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang
berkepentingan. Pemantauan dilakukan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan
akuntabilitas satuan pendidikan. Supervisi dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan
pendidikan. Supervisi meliputi supervisi manajerial dan akademik. Supervisi
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan dan Pedoman Program Penjaminan Mutu
yang diterbitkan oleh Departemen. Pelaporan dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, pemimpin satuan pendidikan, dan pengawas atau penilik satuan
pendidikan. Pada jenjang pendidikan SMP laporan oleh pendidik ditujukan kepada
pemimpin satuan pendidikan dan orang tua/wali peserta didik, berisi hasil
evaluasi dan penilaian dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
Laporan oleh tenaga kependidikan ditujukan kepada pemimpin satuan pendidikan,
berisi pelaksanaan teknis dari tugas masing-masing dan dilakukan
sekurang-kurangnya setiap akhir semester. Untuk pendidikan SMP, laporan oleh pemimpin
satuan pendidikan ditujukan kepada komite sekolah atau bentuk lain dari lembaga
perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan, dan Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap
akhir semester. Setiap pihak yang menerima laporan wajib menindak lanjuti
laporan tersebut untuk meningkatkan mutu dan kesehatan satuan pendidikan,
termasuk memberikan sanksi atas pelanggaran yang ditemukannya.
Adapun beberapa program dan kegiatan yang dapat dikembangkan atau ditingkatkan
pada standar pengelolaan pendidikan antara lain:
a.
Pengembangan atau pembuatan rencana pengembangan
sekolah (RPS) tiap tahun, baik untuk jangka pendek, menengah maupun panjang
b.
Pengembangan pendayagunaan SDM sekolah dengan cara
membuat dan pembagian tugas-tugas secara jelas
c.
Pengembangan struktur dan keorganisasian sekolah
sesuai dengan kebutuhan sekolah
d.
Melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien
e.
Mendukung pengembangan perangkat penilaian
f.
Pengembangan dan melengkapi administrasi sekolah
g.
Implementasi MBS mengenai kemandirian/otonomi
sekolah, transparansi, akuntabilitas, partisipasi/kerjasama, fleksibilitas, dan
kontinyuitas baik mengenai program, keuangan, hasil-hasil program serta lainnya
oleh pihak manajemen sekolah (lihat pedoman pelaksanaan MBS pada Buku MBS yang
diterbitkan oleh Dit.Pembinaan SMP)
h.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi oleh sekolah
tentang kinerja sekolah
i.
Pelaksanaan supervisi klinis oleh kepala sekolah
j.
Penggalangan
partisipasi masyarakat (pemberdayaan komite sekolah)
k.
Membuat
jaringan informasi akademik di internal maupun eksternal sekolah (SIM)
l.
Membuat
atau menciptakan jaringan kerja yang efektif dan efisien baik secara vertikal
dan horisontal
m.
Implementasi
model-model manajemen: POAC, PDCA, dan model lain yang pada dasarnya mengembangkan
aspek-aspek manajemen untuk pengembangan standar-standar pendidikan
n.
Mengembangkan
Income Generating Activities atau unit-unit produksi/usaha di sekolah maupun
kerjasama dengan pihak lain untuk menggalang partisipasi masyarakat, dan
o.
Melaksanakan
dan membuat pelaporan-pelaporan kepada berbagai pihak yang relevan, baik
menyangkut bidang akademik, non akademik atau manajemen sekolah lainnya.
Target yang harus dicapai dalam aspek ini
antara lain ditunjukkan oleh indikator-indikator:
a.
Terdapat dokumen rencana pengembangan sekolah (RPS)
tiap tahun, baik untuk jangka pendek, menengah maupun panjang
b.
Terdapat dokumen pengembangan pendayagunaan SDM
sekolah dengan cara membuat dan pembagian tugas-tugas secara jelas beserta
pelaksanaannya
c.
Terdapat struktur dan keorganisasian sekolah sesuai
dengan kebutuhan sekolah beserta tupoksi dan pedoman-pedoman kerjanya
d.
Terlaksananya pembelajaran secara efektif dan
efisien dengan dibuktikan oleh prestasi yang dicapai dan pemanfaatan input
pendidikan yang ada
e.
Tersedianya kelengkapan administrasi sekolah sesuai
dengan kebutuhan dan memenuhi standar e-goverment yang efisien dan efektif
f.
Mengimplementasikan MBS dengan indikator pencapaian
sekolah/manajemen mampu: mandiri/otonom, transparan, akuntabel, melakukan partisipasi/kerjasama
dengan masyarakat dan lainnya, program-program dan pengelolaan yang
fleksibilitas, dan terdapat kontinyuitas baik mengenai program, keuangan,
hasil-hasil program serta lainnya oleh pihak manajemen sekolah
g.
Kepemimpinan kepala sekolah mampu melaksanakan
ciri-ciri sebagai leader yang tangguh
h.
Terselenggaranya
penggalangan partisipasi masyarakat (pemberdayaan komite sekolah) secara
optimal dalam berbagai bentuk/bidang
i.
Terdapat
jaringan informasi akademik di internal maupun eksternal sekolah (SIM)
j.
Terciptanya jaringan kerja yang efektif dan efisien
baik secara vertikal dan horisontal
k.
Terdapat berbagai model pengembangan pengelolaan
sekolah
l.
Terdapat sistem pengelolaan dalam Income Generating
Activities atau unit-unit produksi/usaha di sekolah maupun kerjasama dengan
pihak lain untuk menggalang partisipasi masyarakat secara profesional, dan
m.
Terdapat dokumen laporan kepada berbagai pihak yang
relevan, baik menyangkut bidang akademik, non akademik atau manajemen sekolah
lainnya.
7.
Pengembangan Standar Pembiayaan Pendidikan
Seperti dijelaskan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang SNP bahwa standar
pembiayaan mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian
dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan
pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar
nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Pembiayaan pendidikan terdiri dari biaya investasi, biaya
operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi termasuk untuk biaya penyediaan sarpras, pengembangan SDM,
dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus
dikeluarkan oleh peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran secara
teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: gaji
pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada
gaji, bahan atau peralatan pendidikan
habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung seperti daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana
dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Dalam upaya
membantu memenuhi dan mencapai standar biaya pendidikan yang memadai, maka
sekolah dapat mengembangkan program atau kegiatan yang didasarkan atas
musyawarah dan mufakat serta persetujuan dari stakeholder (termasuk Komite
Sekolah) serta sesuai dengan koridor peraturan perundangan yang berlaku,
seperti misalnya:
a.
Pengembangan
jalinan kerja dengan penyandang dana, baik donatur tetap maupun tidak tetap
b.
Penggalangan
dana dari berbagai sumber termasuk dari sponsor
c.
Penciptaan
usaha-usaha di sekolah atau di luar sekolah sebagai Income Generating
Activities
d.
Pendayagunaan
potensi sekolah dan lingkungan yang menghasilkan keuntungan ekonomik
e.
Menjalin
kerjasama dengan alumni, khususnya untuk penggalangan dana pendidikan
Target yang harus dicapai dalam aspek ini antara lain ditunjukkan oleh
indikator-indikator:
a.
Terjalin
kerjasama dengan penyandang dana, baik tetap maupun ridak tetap dan terdapat
pemasukan dana
b.
Tertdapat
usaha nyata sekolah dalam hal IGA atau unit produksi sekolah (koperasi, toko,
kantin, dll)
c.
Terdapat
jalinan kerjasama dengan alumni dalam penggalangan dana
8.
Pengembangan Standar Penilaian Pendidikan
Dijelaskan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang SNP bahwa
standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian prestasi belajar peserta
didik. Penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemampuan, dan kemajuan hasil belajar.
Penilaian digunakan untuk: menilai pencapaian kompetensi peserta didik; bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; memperbaiki proses pembelajaran; dan
menentukan kelulusan peserta didik.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian dilakukan melalui: pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap
untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta ujian,
ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
diukur melalui ujian, ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai
dengan karakteristik materi yang dinilai. Penilaian hasil belajar kelompok mata
pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan
sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta
didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan dilakukan melalui: pengamatan
terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik
dan afeksi peserta didik; dan ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur
aspek kognitif peserta didik. Untuk mengikuti ujian akhir satuan pendidikan,
peserta didik harus mendapatkan nilai yang sama atau lebih besar dari nilai
batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP, pada kelompok mata pelajaran
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan penilaian
akhir pada setiap satuan pendidikan untuk semua mata pelajaran pada kelompok
mata pelajaran keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok
mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
kelulusan peserta didik dari penilaian akhir satuan pendidikan. Penilaian akhir
mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik sejak awal hingga akhir masa
studi. Ujian akhir dilakukan untuk semua mata pelajaran kelompok ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk menentukan kelulusan peserta didik.
Ujian nasional merupakan penilaian bersifat nasional atas
pencapaian standar kompetensi lulusan oleh peserta didik hasilnya dapat dibandingkan
baik antar satuan pendidikan, antara daerah, maupun antar waktu. BSNP
menyelenggarakan Ujian Nasional yang diikuti peserta didik untuk mengukur
kompetensi peserta didik dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi, dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh
peserta didik, satuan pendidikan, dan/atau program pendidikan. Rata-rata
tahunan hasil Ujian Nasional yang diperoleh program pendidikan dan/atau satuan
pendidikan dipertimbangkan dalam akreditasi satuan pendidikan dan/atau program
pendidikan. Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai : salah satu instrumen dalam
pemetaan mutu satuan pendidikan dan/atau program pendidikan; salah satu dasar
seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; bahan pertimbangan dalam menentukan
kelulusan peserta didik dari program pendidikan dan/atau satuan pendidikan; dan
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan
kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Penilaian kompetensi peserta didik pada Ujian Nasional dilakukan secara
obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.
Setiap peserta didik berhak mengikuti Ujian Nasional dan
berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
Setiap peserta didik wajib mengikuti satu kali Ujian Nasional tanpa dipungut
biaya. Ujian Nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan
sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran. Peserta didik
pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh BSNP. Dalam teknis pelaksanaan Ujian Nasional di tingkat
provinsi, BSNP bekerja sama dengan LPMP, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan. Pada jenjang SMP, Ujian Nasional
mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA). Soal pada Ujian Nasional mewakili seluruh cakupan
materi yang ada pada standar kompetensi lulusan dari mata pelajaran yang
diujikan. Standar kompetensi pada mata pelajaran yang diujikan dikembangkan
oleh BSNP dan ditetapkan oleh Menteri. Kriteria kelulusan ujian nasional
dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan oleh Menteri. Peserta ujian nasional
memperoleh Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional yang selanjutnya disebut SKHUN
yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara Ujian Nasional. Jadual
pelaksanaan Ujian Nasional ditetapkan oleh Menteri. Peserta didik dinyatakan
lulus setelah: menyelesaikan seluruh program pembelajaran; memperoleh nilai
minimal baik pada evaluasi akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata
pelajaran keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok
mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan ; lulus ujian akhir kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang diselenggarakan oleh satuan
pendidikan; dan lulus Ujian Nasional. Kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan
kriteria yang dikembangkan dan ditetapkan oleh BSNP.
Oleh karena itu perlu mengembangkan, meningkatkan dan
melaksanakan beberapa program dan kegiatan penilaian seperti misalnya:
a.
Pengembangan
perangkat model-model penilaian pembelajaran
b.
Implementasi
model evaluasi pembelajaran: ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, ulangan kenaikan kelas, dll
c.
Pengembangan
instrumen atau perangkat soal-soal untuk berbagai model evaluasi
d.
Pengembangan
pedoman-pedoman evaluasi sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh
pemerintah atau BSNP
e.
Pengembangan
lomba-lomba, uji coba, dan sejenisnya dalam upaya peningkatan standar nilai
atau ketuntasan kompetensi
f.
Menjalin
kerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk melaksanakan penilaian dalam rangka
pengembangan perangkat penilaian sampai dengan analisa dan pelaporan hasil
belajar peserta didik, dan
g.
Melaksanakan
kerjasama dengan pihak lain untuk melaksanakan tes atau uji coba prestasi
peserta didik secara periodik
Target yang harus dicapai dalam aspek ini antara lain ditunjukkan oleh
indikator-indikator:
a.
Terdapat
perangkat penilaian berbagai ragam untuk semua mapel semua jenjang kelas/tingka
b.
Terselenggara
berbagai model evaluasi: ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, ulangan kenaikan kelas, dll
c.
Terdapat
dokumen pengembangan bank soal, dan
d.
Terdapat
berbagai macam lomba, uji coba, dan jenis lainnya untuk peningkatan prestasi
peserta didik.
A.
Proses Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
Dalam penyusunan RPS harus menerapkan
prinsip-prinsip: memperbaiki prestasi belajar siswa, membawa perubahan yang
lebih baik (peningkatan/ pengembangan), sistematis, terarah, terpadu (saling
terkait & sepadan), menyeluruh, tanggap terhadap perubahan, demand
driven (berdasarkan kebutuhan), partisipasi, keterwakilan, transparansi, data
driven, realistik sesuai dengan hasil analisis SWOT, dan mendasarkan pada
hasil review dan evaluasi.
1.
Penyusunan dan
Pelaksanaan RPS
Faktor
penting yang harus diperhatikan oleh setiap sekolah adalah konsistensi anatara
perencanaan dengan pelaksanaan pengembangan sekolah. Perencanaan sekolah yang
baik akan memberikan kontribusi keberhasilan yang besar dalam implementasinya.
Sedangkan perencanaan yang kurang baik
akan memberikan dampak yang kurang baik pula terhadap impelemntasinya. Oleh
karena itu dalam setiap membuat RPS, sekolah harus mempertimbangkan berbagai
faktor yang mempengaruhi seperti kondisi lingkungan strategis, kondisi sekolah
saat ini, dan harapan masa datang.
2.
Langkah-langkah
Penyusunan RPS: Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Operasional (Renop)
Seperti telah dijelaskan sebelumnya
bahwa RPS berisi dua rencana pengembangan pendidikan ditinjau dari jangka
waktunya, yaitu Rencana Strategis (Renstra) Sekolah dalam jangka menengah (lima
tahunan) dan Rencana Operasional (Renop) Sekolah dalam jangka pendek (satu
tahunan). Renstra menggambarkan suatu perencanaan pengembangan sekolah yang
menggambarkan tentang program-program sekolah yang akan dilaksanakan dan
dicapai selama kurun waktu lima tahun. Program-program tersebut lebih bersifat
garis besar, baik menyangkut fisik maupun non fisik, yang semuanya mengacu
kepada SNP. Sedangkan Renop merupakan bagian tak terpisahkan dari Renstra, dan
lebih merupakan penjabaran operasional dari Renstra. Program-program dalam
Renop lebih detail yang akan dilaksankan dan dicapai dalam satu tahun.
Dengan demikian Renstra dibuat pada awal
tahun untuk lima tahun mendatang, sedangkan Renop dibuat pada tahun pertama
dari lima tahun yang akan dilaksanakan. Baik dalam Renstra maupun Renop semua
sumber dana dan alokasi biaya sudah dapat diprediksi sebelumnya. Dalam hal
program, baik Renstra maupun Renop harus memperhatikan kebutuhan sekolah,
masyarakat serta sesuai dengan RPPP dan RPPN.
Secara lebih rinci dalam pentahapan
proses penyusunan RPS adalah sebagai berikut:
a.
Langkah-langkah
penyusunan Renstra dalam RPS:
1)
Melakukan analisis lingkungan strategis sekolah
Dalam analisis ini
pihak sekolah melakukan kajian tentang faktor-faktor eksternal sekolah, yang
dapat mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan. Berbagai faktor tersebut
diantaranya adalah kondisi sosial masyarakat, kondisi ekonomi masyarakat dan
nasional, kondisi geografis lingkungan sekolah, kondisi demografis masyarakat
sekitar, kondisi perpolitikan, kondisi keamanan lingkungan, perkembangan
globaliasasi, perkembangan IPTEK, regulasi/kebijakan pemerintah pusat dan
daerah, dan sebaginya. Hasil kajian ini dapat dipergunakan untuk menentukan
visi sekolah.
2)
Melakukan analisis situasi pendidikan sekolah saat ini
Adalah suatu
analisis atau kajian yang dilakukan oleh sekolah untuk mengetahui semua unsur
sekolah yang akan dan telah mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan dan
hasil-hasilnya. Analisis ini lebih menitikberatkan kepada analisis situasi
pendidikan jenjang SMP pada umumnya di sekitar sekolah yang bersangkutan. Aspek
atau unsur-unsur sekolah yang secara internal dapat dikaji antara lain mengenai
kondisi saat ini tentang: PBM, guru, kepala sekolah, tenaga TU, laboran, tenaga
perpustakaan, fasilitas atau sarpras, media pengajaran, buku, peserta didik,
kurikulum, manajemen sekolah, pembiayaan dan sumber dana sekolah, kelulusan,
sistem penilaian/evaluasi, peran komite sekolah, dan sebaginya. Hasil kajian
ini dapat dirumuskan dalam ”education profile” pada suatu daerah yang dapat
dipergunakan untuk menentukan ”status” atau potret pendidikan di SMP saat
ini. Hasil ini selanjutnya akan dibvandingkan dengan kondisi ideal yang
diharapkan di masa lima tahun mendatang, sehingga dapat diketahui sejauhmana
kesenjangan yang terjadi.
3)
Melakukan analisis situasi
pendidikan sekolah yang diharapkan 5 tahun kedepan
Sekolah melakukan
suatu kajian atau penelaahan tentang cita-cita potret pendidikan di SMP yang
ideal di masa datang (khususnya dalam lima tahun mendatang). Dalam analisis ini
melibatkan semua stakeholder sekolah, khususnya mereka yang memiliki cara
pandang yang visioner, sehingga dapat menentukan kondisi sekolah yang
benar-benar ideal tetapi terukur, feasible, dan rasional. Diharapkan apa yang
menjadi idealisme dalam lima tahun mendatang merupakan ”education profile
yang ideal”, yaitu mampu mencapai SNP, yaitu tercapainya standar kurikulum
sekolah, standar PBM, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
kelulusan, standar fasilitas, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian. Hasil analisis ini selanjutnya akan dipergunakan untuk
membandingkan dengan kondisi sekolah saat ini (poin 2).
4)
Menentukan kesenjangan antara situasi pendidikan sekolah saat ini
dan yang diharapkan 5 tahun kedepan
Berdasarkan pada
hasil analisis sekolah saat ini dan analisis kondisi sekolah yang idieal lima
tahun mendatang (langkah 2 dan 3), maka selanjutnya sekolah dapat menentukan
kesenjangan yang terjadi antara keduanya. Kesenjangan itulah merupakan sasaran
yang harus dicapai atau diatasi, sehingga apa yang diharapkan sekolah secara
ideal dapat dicapai. Dengan kata lain, kesenjangan tersebut merupakan selisih
antara kondisi nyata sekarang dengan kondisi idealnya.
5)
Merumuskan visi
Visi adalah imajinasi moral
yang menggambarkan profil sekolah yang diinginkan di masa datang. Imajinasi ke depan seperti itu akan selalu
diwarnai oleh peluang dan tantangan yang diyakini akan terjadi di masa datang.
Dalam menentukan visi tersebut, sekolah harus memperhatikan perkembangan dan
tantangan masa depan. Berikut itu
beberapa contoh perkembangan ke depan yang perlu diperhatikan, antara lain: (1)
perkembangan iptek begitu cepat akan berpengaruh pada semua aspek kehidupan
termasuk teknologi pendidikan, (2) era global akan menyebabkan lalu lintas
tenaga kerja sangat mudah, sehingga akan banyak tenaga kerja asing di
Indonesia, sebaliknya banyak tenaga kerja Indonesia di luar negeri (3) era
informasi yang menyebabkan siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai
sumber sehingga guru dan sekolah bukan lagi satu-satunya sumber informasi, (5)
era global tampaknya juga berpengaruh terhadap perilaku dan moral manusia,
sehingga sekolah diharapkan berperan menanamkan akhlaq kepada siswa, (5)
kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan yang baik bagi anaknya ternyata
paralel dengan persaingan antar sekolah untuk menggaet anak yang pandai dengan
orangtua yang penuh perhatian, sehingga sekolah yang mutunya jelek akan
ditinggalkan mereka, (6) di era AFTA yang sebentar lagi dimulai bahasa Inggris
akan sangat penting untuk sarana komunikasi di dunia kerja, (7) di era AFTA
juga sangat mungkin terjadi pembukaan “cabang” sekolah luar negeri di kota
besar di Indonesia, serta (8) masyarakat semakin faham bahwa pendidikan bukan
hanya untuk hal-hal yang bersifat kognitif, sehingga prinsip multiple intelegence menjadi salah satu
harapan, dan sebagainya.
Namun demikian visi sekolah
harus tetap berada dalam koridor kebijakan pendidikan nasional. Artinya visi
suatu sekolah harus mengacu kepada kebijakan umum pendidian yang tekah
ditetapkan secara nasional. Hal itu penting difahami untuk menghindari
terjadinya kekeliruan bahwa sekolah “bebas” menentukan visinya dan tidak
terkait dengan kebijakan pihak lain. Di samping itu visi sekolah juga harus
mempertimbangkan potensi yang dimiliki sekolah dan harapan masyarakat di
sekitar sekolah. Artinya jenis dan mutu layanan pendidikan seperti apa yang
diharapkan oleh orangtua dan masyarakat sekitar sekolah. Juga harus dipertimbangkan apa potensi yang
dimiliki sekolah untuk mewujudkan harapan tersebut. Visi pada umumnya dirumuskan dengan kalimat
yang filosofis, bahkan seringkali mirip sebuah slogan. Sering pula dirumuskan dalam bentuk kalimat
yang khas, mudah diingat dan terkait dengan istilah tertentu. Rumusan visi yang baik seharusnya
memberikan isyarat:
a.
Berorientasi ke masa depan, untuk jangka
waktu yang lama.
b.
Menunjukkan keyakinan masa depan yang
jauh lebih baik, sesuai dengan norma dan harapan masyarakat.
c.
Mencerminkan standar keunggulan dan
cita-cita yang ingin dicapai.
d.
Mencerminkan dorongan yang kuat akan
tumbuhnya inspirasi, semangat dan komitmen warga.
e.
Mampu menjadi dasar dan mendorong
terjadinya perubahan dan pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik.
f.
Menjadi dasar perumusan misi dan tujuan
sekolah.
Sebagaimana disebut terdahulu,
visi yang dirumuskan dengan kalimat filosofis perlu diberikan indikatornya.
Misalnya, apa indikator sekolah yang “unggul dalam prestasi berdasarkan iman
dan taqwa” tersebut. Indikator sebaiknya
mencakup segala aspek pokok yang diimajinasikan. Visi dan disertai indikator
tersebut hanyalah bahan banding dan hanya cocok dengan sekolah yang
bersangkutan. Oleh karena itu sekolah lain dianjurkan merumuskan
visinya sendiri, yang sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing.
6)
Merumuskan misi sekolah
Misi
adalah tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Jadi misi merupakan penjabaran visi dalam
bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan
untuk mewujudkan visi. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk
memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
Rumusan misi selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan “tindakan” dan bukan
kalimat yang menunjukkan “keadaan” sebagaimana pada rumusan visi. Dalam hal
ini, satu indikator misi dapat dirumuskan lebih dari satu rumusan misi. Antara
indikator visi dengan sumusan misi harus ada keterkaitan atau terdapat benang
merahnya secara jelas.
7)
Merumuskan tujuan sekolah selama lima (5) tahun ke depan
Bertolak
dari visi dan misi yang telah dikembangkan oleh sekolah, dan berdasarkan tujuan
baku SMP yang tertera dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional
maupun Peraturan Pemerintah sebagai pedoman pelaksanaannya, selanjutnya sekolah
merumuskan tujuan jangka menengah (5 tahun). Jika visi, misi dan tujuan baku
terkait dengan jangka panjang, maka tujuan 5 tahun dikaitkan dengan jangka
menengah. Dengan demikian tujuan jangka menengah (5 tahun) pada dasarnya
merupakan tahapan atau langkah untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan baku SMP
yang telah ditetapkan. Isi tujuan jangka menengah ini masih bersifat global dan
komprehensif, baik isi yang mengarah pada pencapaian standar isi, proses,
sarana, kelulusan, pengelolaan, pembiayaan, pendidik, maupun penilaian karena
untuk kepentingan jangka menengah (5 tahun). Masing-masing aspek yang
dikembangkan dalam tujuan jangka menengah (5 tahun) masih dirumuskan secara
umum, belum spesifik/operasional.
8)
Merumuskan program-program strategis
untuk mencapai tujuan jangka menengah (5 tahun)
Rumusan yang dibuat oleh
sekolah tentang program-program 5 tahunan ini bersifat strategis. Artinya,
masih bersifat yang utama, pokok, urgen, dan komprehensif. Program strategis
ini harus sesuai dengan rumusan tujuan 5 tahunan yang telah ditetapkan. Dengan
kata lain, program yang dirumuskan merupakan penjabaran isi dari tujuan yang
akan dicapai selama kurun waktu lima tahun. Program di sini belum operasional,
hanya garis besarnya saja. Untuk selanjutnya program ini akan dijabarkan lebih
kongkret dan terukur secara operasional nanti ke program dalam Rencana
Operasional (Renop).
9)
Menentukan strategi pelaksanaan
Setelah program dirumuskan,
selanjutnya adalah menetukan strategi apa yang harus dijalankan untuk
melaksanakan program tersebut secara efisien, efektif, jitu, dan tepat.
Karakteristik strategi adalah yang sesuai dengan tuntutan program. Strategi
yang salah akan menyebabkan tidak tercapainya program, demikian pula
sebaliknya. Misalnya untuk pencapaian program pengembangan standar kurikulum
dimungkinkan berbeda strateginya dengan strategi untuk mencapai standar
prasarana atau fasilitas pendidikan. Oleh karena itu dalam perumusan strategi
ini harus mempertimbangkan keterlibatan pihak lain terkait dan kemampuan
sekolah itu sendiri.
10) Menentukan
milestone (output
apa dan kapan dicapainya)
Berdasarkan pada tujuan,
program dan strategi pencapaiannya di atas, maka selanjutnya dapat dirumuskan
tentang apa-apa saja yang akan dihasilkan (sebagai output), baik yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif dan dalam waktu kapan akan dicapai (satu tahun,
dua tahun atau 10 tahun, dst). Misalnya dari program pencapaian SNP tentang
standar sarana dan prasarana pendidikan, bentuk hasil yang akan dicapai
sarana pendidikan apa saja dalam jangka lima tahun bisa terwujud. Demikian pula
untuk hasil-hasil yang akan dicapai dari SNP lainnya.
11) Menentukan rencana biaya (alokasi dana)
Selanjutnya sekolah
merencanakan alokasi anggaran biaya untuk kepentingan lima tahun. Rencana biaya
tersebut dapat dirumuskan per tahunnya, sehingga dalam waktu lima tahun akan
diketahui jumlah biaya yang diperlukan dan dari sumber biaya mana saja. Untuk
membantu keakuratan dalam rancangan biaya pertahunnya, maka rencana biaya untuk
tahun pertama dapat dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan biaya di tahun
kedua, ketiga, dan kelima. Ada kemungkinan suatu program biayanya makin lama
makin berkurang karena telah terpenuhi sebelumnya, atau sebaliknya, suatu
program makin lama makin banyak biayanya. Dan dalam batas waktu atau tahun
tertentu baru menyusut besarnya biaya. Semua ini sangat tergantung dari
kemampuan sekolah dan daerah masing-masing.
Dalam membuat rencana anggaran
ini dari setiap besarnya alokasi dana harus dimasukkan asal semua sumber dana,
misalnya dana dari rutin atau daerah, dari pusat, dari komite sekolah, atau
dari seumber dana lainnya. Tidak menutup kemungkinan dari sumber dana lain yang
saat menyusun belum tahu asal muasalnya. Oleh karena itu penting bagi setiap
sekolah untuk mengetahui RPPK, RPPP, dan RPPN, sehingga perkiraan sumber dana
dapat diprediksi dengan tepat. Karena Renstra sifatnya global, maka seandainya
terjadi perubahan besarnya biaya dan asal sumber dana juga tidak masalah.
Perubahan tersebut akan nampak ketika sekolah menyusun Renop pada tahun kedua,
ketiga, dan kelima. Sebab Renstra hanya dibuat sekali saat awal tahun pertama
saja atau dengan kata lain Renstra tidak boleh tiap tahun berubah, yang baru
adalah Renopnya.
Dengan penyusunan rencana
anggaran yang baik dalam Renstra ini, akan sangat membantu sekolah dalam
merumuskan strategi ke depan khususnya dalam pencapaian anggaran pendidikan
(RAPBS).
12) Membuat rencana pemantauan dan evaluasi
Sekolah merumuskan tentang
rencana supervisi, monitoring internal, dan evaluasi internal sekolahnya oleh
kepala sekolah dan tim yang dibentuk sekolah. Harus dirumuskan rencana
supervisi yang akan dilakukan sekolah ke semua unsur sekolah, dirumuskan
monitoring tiap kegiatan sekolah oleh tim, dan harus dirumuskan evaluasi
kinerja sekolah oleh tim. Oleh siapa dan kapan dilaksanakan harus dirumuskan
secara jelas selama kurun waktu lima tahun. Dengan demikian, sekolah dapat
memperbaiki kelemahan proses dan dapat mengetahui keberhasilan atau kegagalan
tujuan. Pada akhirnya sekolah akan mengetahui kapan suatu target SNP akan
dicapai dengan pasti. Tanpa adanya langkah ini sekolah akan cenderung berjalan
tanpa ada kejelasan dan kepastian. Pemantauan pihak luar dilakukan kepada
sekolah bukan ditentukan oleh sekolah. Yang paling utama justru sekolah juga
harus melakukan pemantauan dan supervisi sendiri untuk mengetahui posisi
sekolahnya.
Langkah-langkah Penyusunan Renop dalam RPS:
Renop disusun
berdasarkan Renstra, dan tidak boleh menyimpang dari Renstra. Sehingga antara
Renstra dan Renop harus terkait dan ada benang merahnya. Renstra dan Renop
inilah yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan
monitoring dan evaluasi, pembinaan, dan pembimbingan oleh berbagai pihak yang
berkepentingan dengan sekolah. Adapun
langkah-langkah penyusunan Renop adalah sebagai berikut:
1)
Melakukan analisis lingkungan operasional sekolah
Langkah
ini pada prinsipnya adalah sama dengan analisis lingkungan strategis di atas.
Perbedaannya adalah untuk analisis ini lebih menitikberatkan kepada lingkungan
sekolah saja yang cakupannya lebih sempit dan berpengaruh langsung kepada
operasional sekolah. Yaitu menganalisis terhadap kebutuhan masyarakat/daerah
setlima, potensi daerah, potensi sekolah, potensi masyarakat sekitar, potensi
geografis sekitar sekolah, potensi ekonomi masyarakat sekitar sekolah, dan
potensi lainnya. Termasuk di dalamnya juga tentang regulasi atau kebijakan
daerah dan peta perpolitikan daerah setlima. Hasil kajian ini (baik yang bersifat kuantitas
maupun kualitas) dapat dipergunakan untuk membantu melakukan analisis
pendidikan yang ada di sekolah saat sekarang ini.
2)
Melakukan analisis pendidikan sekolah saat ini
Adalah suatu
analisis atau kajian yang dilakukan oleh sekolah untuk mengetahui semua unsur internal
sekolah yang akan dan telah mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan dan
hasil-hasilnya. Analisis ini lebih menitikberatkan kepada analisis
situasi pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Aspek atau unsur-unsur
sekolah yang secara internal dapat dikaji antara lain mengenai kondisi saat ini
tentang: PBM, guru, kepala sekolah, tenaga TU, laboran, tenaga perpustakaan,
fasilitas atau sarpras, media pengajaran, buku, peserta didik, kurikulum,
manajemen sekolah, pembiayaan dan sumber dana sekolah, kelulusan, sistem
penilaian/evaluasi, peran komite sekolah, dan sebaginya. Hasil kajian ini dapat
dirumuskan dalam ”school profile” sekolahnya yang dapat dipergunakan
untuk menentukan ”status” atau potret sekolah saat ini. Hasil ini
selanjutnya akan dibandingkan dengan kondisi ideal yang diharapkan di masa satu
tahun mendatang, sehingga dapat diketahui sejauhmana kesenjangan yang terjadi.
3)
Melakukan analisis pendidikan sekolah satu (1) tahun kedepan (yang
diharapkan)
Pada dasarnya
analisis ini sama dengan yang dilakukan untuk analisis sebelumnya di renstra,
bedanya disini untuk jangka waktu satu tahun. Sekolah melakukan suatu kajian atau
penelaahan tentang cita-cita potret sekolah yang ideal di masa datang
(khususnya dalam satu tahun mendatang). Dalam analisis ini melibatkan
semua stakeholder sekolah, khususnya mereka yang memiliki cara pandang yang
visioner, sehingga dapat menentukan kondisi sekolah yang benar-benar ideal
tetapi terukur, feasible, dan rasional. Diharapkan apa yang menjadi idealisme
dalam satu tahun mendatang merupakan ”school profile yang ideal”, yaitu
mampu mencapai SNP, yaitu tercapainya standar kurikulum sekolah, standar PBM,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar kelulusan, standar fasilitas,
standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Hasil analisis
ini selanjutnya akan dipergunakan untuk membandingkan dengan kondisi sekolah
saat ini (poin 2).
4)
Menentukan kesenjangan antara situasi sekolah saat ini dan yang
diharapkan satu (1) tahun kedepan
Dalam menentukan
kesenjangan ini pada dasarnya sama ketika menyusun renstra. Berdasarkan pada
hasil analisis sekolah saat ini dan analisis kondisi sekolah yang idieal satu
tahun mendatang (langkah 2 dan 3), maka selanjutnya sekolah dapat menentukan
kesenjangan yang terjadi antara keduanya. Kesenjangan itulah merupakan sasaran
yang harus dicapai atau diatasi dalam waktu satu tahun, sehingga apa yang
diharapkan sekolah secara ideal dapat dicapai. Dengan kata lain, kesenjangan
tersebut merupakan selisih antara kondisi nyata sekarang dengan kondisi
idealnya satu tahun ke depan. Khususnya kesenjangan tentang aspek-aspek dalam
SNP, yaitu standar kurikulum sekolah, standar PBM, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar kelulusan, standar fasilitas, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian.
5)
Merumuskan tujuan sekolah selaman satu (1) tahun ke depan (disebut juga
dengan sasaran atau tujuan situasional satu tahun)
Sekolah
menentukan atau merumuskan sasaran atau tujuan jangka pendek satu tahunan.
Rumusan tujuan satu tahunan ini merupakan penjabaran lebih rinci, operasional,
dan terukur dari tujuan lima tahunan dalam renstra. Oleh karena itu, tujuan
disini tidak boleh berbeda atau menyimpang dari tujuan lima tahunan. Dalam
perumusannya harus mengandung aspek ABCD (audience,
behaviour, condition, dan degree). Secara substansi tujuan tersebut lebih
mentitikberakan kepada tujuan pencapaian SNP, yaitu pada pencapaian standar
isi, proses, sarana, kelulusan atau prestasi sekolah (akademik dan non akademik),
pengelolaan, pembiayaan, pendidik, dan penilaian. Masing-masing aspek yang
dikembangkan dalam tiap tujuan dirumuskan harus operasional.
Tujuan satu tahun
merupakan penjabaran dari tujuan sekolah yang telah dirumuskan berdasarkan pada
kesenjangan/selisih/gap yang terjadi antara kondisi sekolah saat ini dengan
tujuan sekolah untuk satu tahun ke depan. Berdasarkan pada tantangan nyata
tersebut, selanjutnya dirumuskan sasaran mutu yang akan dicapai oleh sekolah.
Sasaran harus menggambarkan mutu dan kuantitas yang ingin dicapai dan terukur
agar mudah melakukan evaluasi keberhasilannya. Meskipun sasaran dirumuskan
berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran
tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah. Untuk itu
setiap sekolah harus memiliki visi, misi, dan tujuan sekolah sebelum merumuskan
sasarannya.
6) Mengidentifikasi Fungsi-fungsi atau urusan-urusan sekolah untuk dikaji
tingkat kesiapannya
Setelah sasaran
atau tujuan tahunan ditentukan, selanjutnya dilakukan identifikasi
fungsi-fungsi atau urusan-urusan sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran
tersebut. Langkah ini harus dilakukan sebagai persiapan dalam melakukan
analisis SWOT. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya untuk meningkatkan
pencapaian ketuntasan kompetensi lulusan adalah fungsi proses belajar mengajar
(PBM) dan pendukung PBM, seperti: ketenagaan, kesiswaan, kurikulum, perencanaan
instruksional, sarana dan prasarana,
serta hubungan sekolah dan masyarakat. Selain itu terdapat pula
fungsi-fungsi yang tidak terkait langsung dengan proses belajar mengajar,
diantaranya pengelolaan keuangan dan pengembangan iklim akademik sekolah.
Apabila sekolah
keliru dalam menetapkan fungsi-fungsi tersebut atau fungsi tidak sesuai dengan
sasarannya, maka dapat dipastikan hasil analisis akan menyimpang dan tidak
berguna untuk memecahkan persoalan.
Untuk itu, diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam menentukan
fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Agar lebih
mudah, dalam identifikasi fungsi dibedakan fungsi-fungsi pokok yang berbentuk
proses, misalnya KBM, latihan, pertandingan, dan sebagainya serta fungsi-fungsi
yang berbentuk pendukung, yang berbentuk input misalnya ketenagaan,
sarana-prasarana, anggaran, dan sebagainya. Pada setiap fungsi ditentukan pula
faktor-faktornya, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal agar
setiap fungsi memiliki batasan yang jelas dan memudahkan saat melakukan analisis.
Setelah
fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran telah diidentifikasi, maka
langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan masing-masing fungsi
beserta faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, and Threat).
7) Melakukan Analisis SWOT
Analisis
SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi
dari keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Oleh karena tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat
kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis
SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi tersebut, baik
faktor internal maupun eksternal. Dalam melakukan analisis terhadap fungsi dan
faktor-faktornya, maka berlaku ketentuan berikut: Untuk tingkat kesiapan yang
memadai, artinya, minimal memenuhi kriteria kesiapan yang diperlukan
untuk mencapai sasaran, dinyatakan sebagai kekuatan bagi faktor
internal atau peluang bagi faktor eksternal. Sedangkan tingkat
kesiapan yang kurang memadai, artinya, tidak memenuhi kriteria kesiapan
minimal, dinyatakan sebagai kelemahan bagi faktor internal atau ancaman
bagi faktor eksternal. Untuk menentukan kriteria kesiapan, diperlukan
kecermatan, kehati-hatian, pengetehuan, dan pengalaman yang cukup agar dapat
diperoleh ukuran kesiapan yang tepat.
Kelemahan
atau ancaman yang dinyatakan pada faktor internal dan faktor eksternal yang
memiliki tingkat kesiapan kurang memadai, disebut persoalan. Selama
masih adanya fungsi yang tidak siap atau masih ada persoalan, maka sasaran yang
telah ditetapkan diduga tidak akan dapat tercapai. Oleh karena itu, agar
sasaran dapat tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk mengubah fungsi
tidak siap menjadi siap. Tindakan yang dimaksud disebut langkah-langkah pemecahan
persoalan, yang pada hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan atau
ancaman agar menjadi kekuatan atau peluang.
Setelah diketahui tingkat
kesiapan faktor melalui analisis SWOT, langkah selanjutnya adalah memilih
alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan, yakni tindakan yang diperlukan
untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap
dan mengoptimalkan fungsi yang dinyatakan siap.
Oleh
karena kondisi dan potensi sekolah berbeda-beda antara satu dengan lainnya,
maka alternatif langkah-langkah pemecahan persoalannya pun dapat berbeda,
disesuaikan dengan kesiapan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya di
sekolah tersebut. Dengan kata lain, sangat dimungkinkan suatu sekolah mempunyai
langkah pemecahan yang berbeda dengan sekolah lain untuk mengatasi persoalan
yang sama. Oleh karena itu dalam analisis SWOT harus dilakukan pada
SETIAP SASARAN.
8) Merumuskan dan Mengidentifikasi
Alternatif Langkah-langkah Pemecahan Persoalan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan untuk sasaran pertama, maka
dapat diidentifikasi kelemahan dan ancaman
yang dihadapi oleh sekolah pada hampir semua fungsi yang diberikan. Pada
fungsi PBM yang menjadi kelemahan adalah siswa kurang disiplin, guru kurang
mampu memberdayakan siswa dan umumnya tidak banyak variasi dalam memberikan
bahan pelajaran di kelas serta waktu yang digunakan kurang efektif. Sedangkan
yang menjadi ancaman adalah kurang siapnya siswa dalam menerima pelajaran,
terutama pada pagi dan siang hari menjelang pulang. Disamping itu, suasana
lingkungan sekolah yang kurang kondusif dan ramai karena berdekatan dengan
pusat keramaian kota.
Selanjutnya
untuk mengatasi kelemahan atau ancaman tersebut, sekolah mencari alternatif
alternatif langkah-langkah memecahkan persoalan. Dengan kata lain, alternative
pemecahan masalah pada dasarnya merupakan cara mengatasi fungsi yang belum
memenuhi kesiapan.
9)
Menyusun Rencana Program
Pada bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa untuk memecahkan persoalan
yang sama, masing-masing sekolah dapat menentukan alternatif pemecahan
persoalan yang berbeda-beda sesuai potensi yang dimiliki sekolah dan memilih
alternatif yang paling menguntungkan serta efisien bagi sekolah. Berdasarkan
pada beberapa alternatif pemecahan persoalan yang dihasilkan dari analisis SWOT
tersebut, sekolah ‘X’ selanjutnya menyusun program sesuai dengan kemampuan
sekolah. Sekolah yang sukses adalah sekolah yang mampu melaksanakan alternative
pemecahan masalah dengan inovatif maksimal dan biaya minimal.
Dari alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan yang ada, Kepala
sekolah sekolah bersama-sama dengan unsur Komite Sekolah, menyusun dan
merealisasikan rencana dan program-programnya untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Rencana yang dibuat harus menjelaskan secara detail dan lugas
tentang aspek-aspek yang ingin dicapai, kegiatan yang harus dilakukan, siapa
yang harus melaksanakan, kapan dan dimana dilaksanakan, dan berapa biaya yang
diperlukan. Hal itu juga diperlukan untuk memudahkan sekolah dalam menjelaskan
dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun orangtua peserta didik, baik
secara moral maupun finansial.
10) Menentukan tonggak-tonggak kunci keberhasilan (milestone)
Berdasarkan pada
tujuan atau sasaran satu tahunan dan program di atas, maka selanjutnya dapat
dirumuskan tentang apa-apa saja yang akan dihasilkan (sebagai output), baik
yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif dan dalam waktu kapan akan dicapai
dalam waktu satu tahun. Misalnya dari program pencapaian SNP tentang standar sarana
dan prasarana pendidikan, bentuk hasil yang akan dicapai sarana pendidikan
apa saja dalam jangka satu tahun bisa terwujud. Misalnya dalam lima tahun akan
mencapai standar sarana pendidikan 100%, maka pada tahun pertama ini akan
dicapai 25%-nya. Demikian pula untuk hasil-hasil yang akan dicapai dari
program-program lainnya.
11) Menyusun rencana biaya (besar dana, alokasi, sumber dana)
Selanjutnya sekolah merencanakan alokasi anggaran
biaya untuk kepentingan satu tahun. Dalam membuat rencana anggaran ini dari
setiap besarnya alokasi dana harus dimasukkan asal semua sumber dana, misalnya
dana dari rutin atau daerah, dari pusat, dari komite sekolah, atau dari seumber
dana lainnya. Untuk memastikan bahwa dana yang diperlukan benar-benar keluar
(terpenuhi), maka setiap sekolah perlu memahami dan mengetahui tentang RPPK,
RPPP, dan RPPN, sehingga perkiraan sumber dana dapat diprediksi dengan tepat.
Penyusunan rencana anggaran ini dituangkan ke dalam
Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS). Dalam penyusunannya harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan dari masing-masing penyandang dana. Sangat
dimungkinkan suatu program dibiayai dengan subsidi silang dari berbagai pos
atau sumber dana. Program-program yang memerlukan bantuan dari pusat harus
dialokasikan sumber dana dari pusat dengan sharing dari sekolah dan komite
sekolah atau bahkan daerah. Misalnya untuk pembangunan ruang kelas baru,
laboratorium baru, gedung perpustakaan, dan sebagainya. Sedangkan yang berupa
program rehab besar dana lebih diprioritaskan dari propinsi. Sedangkan untuk
program yang lebih operasional bisa dari dana blockgrant atau lainnya yang
bersifat lebih luwes. Pada era otonomi daerah ini, maka sekolah dan daerah
memiliki kewajiban yang lebih besar dalam hal pemenuhan unit cost pendidikan
anak/siswa. Dalam penyusunan anggaran di RAPBS, maka setiap program atau
kegiatan harus nampak jelas, terukur, dan rinci untuk memudahkan dalam
menentukan besarnya dana yang diperlukan.
12) Menyusun rencana pelaksanaan program
Perumusan atau penyusunan rencana pelaksanaan
program ini lebih mengarah kepada kiat, cara, teknik, dan atau strategi yang
jitu, efisien, efektif, dan feasibel untuk dilaksanakan. Cara di sini harus
disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai pada program tersebut. Beberapa
cara yang bisa ditempuh misalnya dengan pelatihan atau workshop, seminar,
lokakarya, temu alumni, kunjungan, in house training, matrikulasi, remedial,
pengayaan, pendampingan, bimbingan teknis rutin, dan sebagainya. Dalam
perencanaan pelaksanaan harus mempertimbangkan alokasi waktu, ketersediaan
dana, SDM, fasilitas, dan sebagainya.
13) Menyusun rencana pemantauan dan evaluasi
Perumusan di sini pada dasarnya sama dan mengacu
kepada renstra khususnya tentang rencana supervisi klinis, monitoring, dan
evaluasi di sekolah. Sekolah merumuskan tentang rencana supervisi, monitoring
internal, dan evaluasi internal sekolahnya oleh kepala sekolah dan tim yang
dibentuk sekolah. Harus dirumuskan rencana supervisi yang akan dilakukan
sekolah ke semua unsur sekolah, dirumuskan monitoring tiap kegiatan sekolah
oleh tim, dan harus dirumuskan evaluasi kinerja sekolah oleh tim. Oleh siapa
dan kapan dilaksanakan harus dirumuskan secara jelas selama kurun waktu satu
tahun. Dengan demikian, sekolah dapat memperbaiki kelemahan proses dan dapat
mengetahui keberhasilan atau kegagalan tujuan dalam kurun waktu satu tahun
tersebut. Pada akhirnya sekolah akan mengetahui program apa yang dapat dicapai
dan kapan suatu target SNP akan dicapai dengan pasti. Tanpa adanya langkah ini
sekolah akan cenderung berjalan tanpa ada kejelasan dan kepastian. Pemantauan
pihak luar dilakukan kepada sekolah bukan ditentukan oleh sekolah. Yang paling
utama justru sekolah juga harus melakukan pemantauan dan supervisi sendiri
untuk mengetahui posisi sekolahnya. Lebih daripada itu, sekolah akan memiliki
daya tawar dengan pihak lain ketika berkepentingan untuk meningkatkan kemajuan sekolah.
14) Membuat jadwal pelaksanaan program
Apabila program-program telah disusun dengan baik
dan pasti, selanjutnya sekolah merencanakan alokasi waktu per mingguan atau
bulanan atau triwulanan dan seterusnya sesuai dengan karakteristik program yang
bersangkutan. Fungsi utama dengan adanya penjadwalan ini adalah untuk pegangan
bagi para pelaksana program dan sekaligus mengontrol pelaksanaan tersebut.
15) Menentukan penanggungjawab program/kegiatan
Sekolah akhirnya
harus menentukan siapa penanggungjawab suatu kegiatan/program, kelompok program
dan atau keseluruhan program. Dengan SK Kepala Sekolah, maka bagi tiap orang
atau kelompok orang dapat menjadi penanggung jawab atau anggota pelaksana
program/kegiatan. Pertimbangan utamanya adalah profesionalitas, kesesuaian,
kewenangan, kemampuan, kesediaan, dan keslimaan yang ada. Azas proporsionalitas
bisa dipertimbangkan kemudian. Keterlibatan pihak luar, seperti komite sekolah,
tokoh masyarakat, dan sebagainya dapat dilibatkan sesuai dengan kepentingannya.
Pada prinsipnya Renop ini harus diketahui, disetujui, dan disyahkan oleh
berbagai pihak terkait (Sekolah, Komite Sekolah, Dinas Pendidikan Daerah).
BAB
IV
PENUTUP
Pedoman penyusunan RPS ini dikembangkan sebagai model
minimal untuk bisa dikembangkan lebih jauh tanpa mengurangi aspek-aspek yang
ada. Pedoman penyusunan ini dipergunakan oleh semua sekolah (SMP) dalam rangka
menyelenggarakan pendidikan, baik sekolah dalam kelompok rintisan, potensial
maupun nasional. Pedoman ini juga dapat dipergunakan oleh sekolah, Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota dan Propinsi dalam upaya pencapaian pendidikan yang
efisien, efektif, relevan, dan merata.
Isi utama yang harus dikembangkan
dalam RPS tiap sekolah adalah semua aspek yang mengarah kepada Standar Nasional
Pendidikan (SNP) sebagaimana diamanatkan dalam UUSPN maupun PP Nomor 19 Tahun
2005. Diharapkan ke depan semua sekolah tidak ada lagi yang masuk kelompok
rintisan dan potensial, tetapi menjadi sekolah berstandar nasional. Bahkan
diharapkan semua sekolah menjadi sekolah yang memenuhi SNP.
Untuk itu diharapkan adanya masukan
yang konstruktif terhadap pedoman ini demi perbaikan dan penyempurnaan sehingga
dapat dipakai oleh semua pihak yang terkait seperti Komite Sekolah, Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota dan Propinsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar