Selasa, 01 April 2014

Metode dalam biologi molekuler : PCR (Polimerase Chain Reaction)

Metode dalam biologi molekuler : PCR (Polimerase Chain Reaction)
1.      Pengertian PCR (Polimerase Chain Reaction)
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (polymerase chain
reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara
enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam
jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang
menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh
hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan
di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah
sampel yang kecil. PCR (Polimerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase adalah
suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan
menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan
mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi
sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya.

2.2.      Komponen
Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase, komponen lain
yang dibutuhkan adalah:
a.      Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi
sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. \PCR hanya mampu
menggandakan DNA pada daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan
teknik tertentu bisa sampai 40000 bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang
komplemen dengan DNA template, jadi dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu
yang kita inginkan.

b.      dNTP (deoxynucleoside triphosphate)
dNTP alias building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri atas 4
macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.

c.       Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar
berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA poly
 d.      Ion Logam
 Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA
polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja.
 Ion logam monovalen, kalsium (K+).

2.3.      Prinsip Kerja
Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30 kali siklus. Setiap
siklus terdiri atas tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu siklus:
1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu
tinggi, 94–96 °C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi
berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama
(sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini
menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat (“patokan”) bagi primer.
Durasi tahap ini 1–2 menit.
2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat yang
komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45–60 °C. Penempelan
ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan
atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit.
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA
polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada
suhu 76 °C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.
Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Akibat denaturasi dan renaturasi,
beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat
berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang
dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara ksponensial.
Pada tahap denaturasi, pasangan untai DNA templat dipisahkan satu sama lain sehingga
menjadi untai tunggal. Pada tahap selanjutnya, masing-masing untai tunggal akan ditempeli
oleh primer. Jadi, ada dua buah primer yang masing-masing menempel pada untai tunggal
DNA templat. Biasanya, kedua primer tersebut dinamakan primer maju (forward
primer) dan primer mundur(reverse primer). Setelah menempel pada untai DNA templat,
primer mengalami polimerisasi mulai dari tempat penempelannya hingga ujung 5’ DNA
templat. Dengan demikian, pada akhir putaran reaksi pertama akan diperoleh dua pasang
untai DNA jika DNA templat awalnya berupa sepasang untai DNA.
Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi akan menjadi
templat pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga pada putaran yang ke n
diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak 2
n
 – 2n. Fragmen DNA pendek
yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya sama dengan jarak antara kedua tempat
penempelan primer. Fragmen pendek inilah yang merupakan urutan target yang memang
dikehendaki untuk digandakan (diamplifikasi).
Bisa kita bayangkan seandainya PCR dilakukan dalam 20 putaran saja, maka pada akhir
reaksi akan diperoleh fragmen urutan target sebanyak 2
20
 – 2.20 = 1.048576 – 40 = 1.048536
! Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA templat awalnya hanya satu untai ganda.
Padahal kenyataannya, hampir tidak mungkin DNA templat awal hanya berupa satu untai
ganda. Jika DNA templat awal terdiri atas 20 untai ganda saja, maka jumlah tadi tinggal
dikalikan 20 menjadi 20.970.720, suatu jumlah yang sangat cukup bila akan digunakan
sebagai fragmen pelacak.

2.4.      Perancangan Primer
Tahapan PCR yang paling menentukan adalah penempelan primer. Sepasang primer
oligonukleotida (primer maju dan primer mundur) yang akan dipolimerisasi masing-masing
harus menempel pada sekuens target, tepatnya pada kedua ujung fragmen yang akan
diamplifikasi. Untuk itu urutan basanya harus komplementer atau setidak-tidaknya memiliki
homologi cukup tinggi dengan urutan basa kedua daerah ujung fragmen yang akan
diamplifikasi itu. Padahal, kita belum mengetahui dengan pasti urutan basa sekuens target.
Oleh karena itu, diperlukan cara tertentu untuk merancang urutan basa kedua primer yang
akan digunakan.
Dasar yang digunakan adalah urutan basa yang diduga mempunyai kemiripan dengan urutan
basa sekuens target. Urutan ini adalah urutan serupa dari sejumlah spesies/strain organisme
lainnya yang telah diketahui/dipublikasikan. Sebagai contoh, untuk merancang sepasang
primer yang diharapkan dapat mengamplifikasi sebagian gen lipase pada
isolat Bacillus termofilik tertentu dapat digunakan informasi urutan basa gen lipase dari
strain-strain Pseudomonas fluorescens, P. mendocina , dan sebagainya, yang sebelumnya
telah diketahui.
Urutan-urutan basa fragmen tertentu dari berbagai strain tersebut kemudian dijajarkan dan
dicari satu daerah atau lebih yang memperlihatkan homologi tinggi antara satu strain dan
lainnya. Daerah ini dinamakan daerah lestari (conserved area). Sebagian/seluruh urutan basa
pada daerah lestari inilah yang akan menjadi urutan basa primer.
Sebenarnya, daerah lestari juga dapat ditentukan melalui penjajaran urutan asam amino pada
tingkat protein. Urutan asam amino ini kemudian diturunkan ke urutan basa DNA. Dari satu
urutan asam amino sangat mungkin akan diperoleh lebih dari satu urutan basa DNA karena
setiap asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Dengan demikian, urutan
basa primer yang disusun dapat merupakan kombinasi beberapa kemungkinan. Primer
dengan urutan basa semacam ini dinamakan primer degenerate. Selain itu, primer yang
disusun melalui penjajaran urutan basa DNA pun dapat merupakan primer degenerate karena
urutan basa pada daerah lestari di tingkat DNA pun tidak selamanya memperlihatkan
homologi sempurna (100%).
Urutan basa pasangan primer yang telah disusun kemudian dianalisis menggunakan program
komputer untuk mengetahui kemungkinan terjadinya primer-dimer akibat homologi
sendiri(self-homology) atau homologi silang (cross-homology). Selain itu, juga perlu dilihat
kemungkinan terjadinya salah tempel(mispriming), yaitu penempelan primer di luar sekuens
target. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui titik leleh (T
) masing-masing primer dan
kandungan GC-nya. Sepasang primer yang baik harus mempunyai T
m
 yang relatif sama
dengan kandungan GC yang cukup tinggi.

2.5.      Aplikasi teknik PCR
Kary B Mullis yang telah menemukan dan mengaplikasikan PCR pada tahun 1984. Saat ini
PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:
a.      Isolasi Gen
DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia panjangnya sekitar 3
miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Fungsi utama DNA adalah sebagai
sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip
menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino
alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah
yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA
‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik. Para ahli seringkali membutuhkan
gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung
dari pankreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan
tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benarbenar

sama dengan insulin manusia. Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat
mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel
bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin
m
yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal
diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara
konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi atau babi. Untuk mengisolasi gen, diperlukan
DNA pencari atau dikenal dengan  nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama
dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan
primer yang sesuai dengan gen tersebut.

b.      DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang
umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah
dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi
PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa
menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent.
Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak
diketahui bisa ditentukan.

c.       Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban
kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak
mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil
dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagianbagian
tertentu
DNA
yang

disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik
bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki
pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat
tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.

d.      Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini,
bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa
yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini
memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena
PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A
(H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar