Kamis, 10 April 2014

Model Micro: Learning by Teaching,Problem Based Learning, Project-Based Learning, Inqueri Based Learning, Inquiry-Based Learning, Action Learning, Progressive Inquiry, Service-Learning.



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pembelajaran sebagai bagian integral dari pendidikan harus mampu melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas yang dnikmati oleh setiap warga. Konsep pendidikan untuk semua (education for all), mengandung makna bahwa pendidikan harus mampu melayani dan mengembangkan siswa sesuai dengan potensi, minat dan bakat yang dimilikinya.
Pendidikan  sebagai upaya untuk memanusiakan  manusia,  memiliki  makna bahwa proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan harus bisa memberikan  pelayanan  yang  optimal  kepada  setiap  warga  belajar  (siswa) baik untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat kelompok maupun kebutuhan individual. Salah satu implikasi untuk mewujudkan pelayanan yang dapat memenuhi karakteristik siswa yang berbeda-beda itu adalah dengan menerapkan model mengajar secara berkelompok dan perorangan atau disebut dengan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan (Sukirman, 2012:7).
Pendidikan dan pembelajaran di satu sisi harus dapat mengantarkan manusia (siswa) dalam kebersamaan,   artinya mengembangkan kehidupan sosial. Di sisi lain bahwa setiap manusia (siswa) juga memiliki kebutuhan yang bersifat individual.  Pendidikan  dan  pembelajaran  yang  efektif  tentu  saja  adalah yang dapat memenuhi atau memfasilitasi adanya kebersamaan disamping terpenuhinya kebutuhan secara individual.
Dalam pengajaran klasikal, kebutuhan siswa secara individu belum dapat terlayani secara maksimal. Guru biasanya hanya memperhatikan kebutuhan siswa pada umumnya di kelas yang dia ajar. Adapun sifat-sifat atau karakteristik yang bersifat individual belum dapat terlayani secara optimal. Oleh karena itu guru secara profesional disamping harus mampu melayani siswa secara klasikal juga jangan mengabaikan kebutuhan siswa secara individual (Ayu, 2013:3)
Keterampilan dasar mengajar kelompok kecil dan perorangan adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat memfasilitasi sistem pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa baik secara klasikal maupun individu. Oleh karena itu keterampilan ini harus dilatih dan dikembangkan, sehingga para calon guru atau guru dapat memiliki banyak pilihan untuk dapat melayani siswa dalam melakukan  proses  pembelajaran. Dalam  kegiatan  pembelajaran ini secara khusus kita akan mempelajari, mendiskusikan, dan melalui pendekatan pembelajaran mikro berlatih untuk menguasainya (Sukirman, 2012:7).









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Micro Learning by Teaching
a.      Pengertian Model Pembelajaran Micro
Sukirman (2012:89), setidaknya terdapat tiga  perspektif para ahli mengenai pengertian pembelajaran mikro, yaitu sebagai: teknik pendidikan guru; teknik melatih guru;  prosedur melatih guru. Perspektif pertama, tercermin dari pengertian pembelajaran mikro yang dikemukakan oleh M.B. Buch (1968) dan Bush (1968). Hampir senada mereka  mengemukakan pembelajaran mikro adalah teknik pendidikan guru, yang memungkinkan guru dapat menerapkan keterampilan yang jelas dalam kurun waktu 5 sampai 10 menit pada sekelompok kecil siswa yang sesungguhnya, dan terdapat kesempatan untuk mengamati hasilnya dengan menggunakan rekaman video.
Perspektif kedua, dapat ditemukan pada definisi yang dikemukakan oleh para ahli berikut.  Pass, B.K. (1976) mengemukakan pembelajaran mikro adalah sebuah teknik pelatihan yang membutuhkan murid-guru untuk mengajar sebuah konsep tunggal dengan menggunakan keterampilan mengajar tertentu pada sejumlah kecil siswa dalam durasi waktu yang singkat. Gagasan yang mendasari teknik ini adalah bahwa tindakan pengajaran terdiri dari keahlian yang berbeda. Setiap keterampilan dapat dikembangkan melalui pelatihan secara terpisah. Anggapan dasarnya adalah bahwa, semakin banyak keterampilan dilatihkan kepada seseorang, maka dia akan semakin efisien menjadi seorang guru.
Perspektif ketiga, pengertian pembelajaran mikro dapat ditelusuri dari pendapat-pendapat berikut. Pembelajaran mikro adalah prosedur praktek mengajar dengan pengurangan waktu dan jumlah murid untuk keterampilan mengajar yang spesifik. Situasi pengajaran dibuat sederhana dan dapat dikontrol, Pengontrolan biasanya menggunakan Closed Circuit Television (CCTV) untuk memberikan umpan balik secara langsung terhadap kinerja guru.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat dikemukakan pengertian pembelajaran mikro mengandung makna sebagai berikut:
1.      Merupakan teknik melatih guru.
2.      Durasi setiap pembelajaran mikro adalah 5 sampai 10 menit.
3.      Perangkat pelatihan sangat individual.
4.      Hanya satu keahlian yang dilatihkan setiap kali berlatih.
5.      Jumlah siswa sebanyak 5 sampai dengan 10 orang.
6.      Menggunakan rekaman video dan CCTV untuk  melakukan pengamatan secara objektif.
7.      Umpan balik dilakukan langsung setelah praktek selesai
b.   Tujuan Pembelajarn Micro
Menurut Sukiman (2012:33) Pembelajaran mikro sebagai matakuliah yang tak terpisahkan dari struktur kurikulum program pendidikan keguruan, seperti dijelaskan di atas yaitu diarahkan dalam upaya memfasilitasi mahasiswa calon guru untuk menguasai dan memiliki kompetensi yang diharapkan, yaitu:
a)      Mempersiapkan,  membina  dan  meningkatkan  mutu  guru  agar  dapat
memenuhi standar kompetensi pedagogik.
b)      Mempersiapkan,  membina  dan  meningkatkan  mutu  guru  agar  dapat
memenuhi standar kompetensi kepribadian
c)      Mempersiapkan,  membina  dan  meningkatkan  mutu  guru  agar  dapat
memenuhi standar kompetensi profesional.
d)     Mempersiapkan,  membina  dan  meningkatkan  mutu  guru  agar  dapat
memenuhi standar kompetensi sosial.
c.         Karakteristik Pembleajaran Micro
Karakteristik pembelajaran mikro, yaitu: Real Teaching, Specific control of teaching practice, Specific teaching skills, Scaled down teaching, Individualized device, Providing feedback dan Device for preparing teachers.  Ketujuh karakteristik tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1)   Real Teaching yaitu Model Micro terjadi dalam situasi kelas nyata dengan melibatkan beberapa siswa dan  guru.
2)   Specific control of teaching practice yaitu fokus model micro terutama pada pelatihan dengan pengendalian khusus dari praktek dengan manipulasi yang tepat terhadap metode, umpan balik, dan pengawasan.
3)   Specific teaching skills Model Micro yaitu memfokuskan pada pengembangan keterampilan mengajar atau tugas tertentu, bukan pada pengembangan kemampuan siswa. Keterampilan mengajar tersebut antara lain: Keterampilan membuka pembelajaran (Set induction), Keterampilan menjelaskan (Explaining), Keterampilan menutup pembelajaran (Closure), Keterampilan bertanya (Questioning), Keterampilan demonstrasi (Demonstration), Keterampilan mengadakan variasi (Stimulus variation), Keterampilan memberi penguatan (Reinforcement), Keterampilan menggunakan papan tulis (Using Blackboard).
4)   Scaled down teaching yaitu Pengurangan skala pengajaran dilakukan dengan: mengurangi ukuran kelas 5 sampai 10 orang siswa, mengurangi durasi dari periode 5 sampai 10 menit, dan mengurangi ukuran topik/materi yang akan diajarkan.
5)   Individualized device yaitu Model Micro dilakukan untuk mengembangkan keterampilan mengajar guru secara individual.
6)   Providing feedback yaitu umpan balik diberikan dengan segera setelah guru mempraktekan keterampilan mengajar, sehingga saran perbaikan dapat segera diketahui.
7)   Device for preparing teachers yaitu Model Micro sangat tepat untuk menyiapkan guru yang efektif dalam mengajar.
Ketujuh karakteristik tersebut telah dengan tegas membedakan antara pembelajaran mikro (microteaching) dengan pembelajaran nyata (real teaching). Karakteristik ini perlu diperhatikan agar pembelajaran mikro dapat dilaksanakan dengan efektif (Ayu, 2011:3).
d.   Langkah-langkah Pembelajaran Micro
Model Micro learning by teaching  merupakan sebuah proses praktek mengajar dengan jumlah murid yang sedikit, durasi waktu yang singkat dan fokus pada keterampilan mengajar yang sempit dan spesifik. Sebagai sebuah proses, pelaksanaan micro teaching dilakukan melalui tujuh tahapan. Tujuh tahapan micro teaching  tersebut merupakan sebuah siklus. Siklus ini dapat diulang sesuai dengan kebutuhan perbaikan. Berikut ini dijelaskan tahapan-tahapan atau langkah-langkah pembelajaran mikro (microteaching):
a)   Modeling the Skill yaitu tahap ini penting untuk mengarahkan peserta pelatihan kepada keterampilan mengajar yang akan dipraktekkan. Tahapan ini disebut Modeling. Terdapat dua jenis modeling, yaitu  Perceptual Model dan Conceptual Model. Model pertama disajikan dengan cara demonstrasi dan secara visual dirasakan oleh peserta pelatihan. Model kedua, disajikan dalam bentuk bahan tertulis dan dikonsep oleh peserta pelatihan.
b)   Planning a micro-lesson yaitu pada tahap ini ditentukan materi pelajaran yang tepat yang dapat memaksimalkan latihan keterampilan mengajar, dalam durasi waktu 5 sampai 7 menit.
c)    The teaching session yaitu rencana pelajaran pada tahap ini dilaksanakan di hadapan supervisor atau teman sebaya. Penampilan guru yang mempraktekkan keterampilan mengajar diamati dan dicatat. Lembar evaluasi, tape recorder, dan/atau video tapes dapat digunakan untuk keperluan tesebut
d)   The critique session yaitu Supervisor dan/atau kelompok teman sebaya membahas kinerja guru mikro. Umpan balik dan poin-poin penting disampaikan kepada guru mikro untuk diperbaiki. Alat evaluasi memberikan kesempatan langka kepada guru mikro untuk melihat penampilannya secara objektif.  Guru mikro tidak diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri. Ini adalah kekuatan dan kekhasan dari micro teaching.
e)    The re-planning session yaitu Guru mikro menyusun rencana pengajaran berdasarkan umpan balik yang ditawarkan dalam critique session. Waktu yang disediakan untuk tahap ini adalah 5 sampai 7 menit.
f)     The re-teaching session yaitu langkah ini memberikan kesempatan kepada guru mikro untuk mengajarkan unit yang sama, dan keterampilan yang sama. Namun tentu saja penampilan guru mikro pada sesi ini harus sudah memperhatikan umpan balik dari supervisor dan/atau teman sebaya. Pada sesi ini, pengawas dan/atau pengamat teman sebaya mengevaluasi kinerja guru mikro menggunakan alat evaluasi.
g)   The re-critique session yaitu prosedur yang sama diadopsi sebagaiman disebutkan dalam critique session (Tahap-4). Guru mikro, kembali mendapat umpan balik dan mengetahui sejauh mana perbaikannya. Langkah ini memiliki potensi memotivasi guru-mikro untuk meningkatkan penampilannya di masa yang akan datang
e.    Prinsip Pembelajaran Micro
Neeraja, K.P. (2008:290 dalam Ayu 2013:14) mengemukakan dalam pelaksanaan microteaching perlu memperhatikan empat prinsip yaitu: 
a)      Enforcement
Umpan balik (feedback), dan re-teaching, akan membuat pembelajaran menjadi sempurna.
b)      Practice and drill
Mengajar adalah keterampilan yang kompleks yang membutuhkan latihan dan praktek yang konsisten.  Latihan dilakukan terhadap setiap tugas atau keterampilan kecil. Dengan latihan yang konsisten  akan memperoleh penguasaan keterampilan mengajar yang utuh.
c)      Continuity Microteachig merupakan proses yang berkesinambungan: teaching-feedback-re-teaching-feedback sampai kesempurnaan tercapai.
d)      Mroscopic supeicrvision
Supervisor memiliki jadwal observasi untuk membimbing dan membuat penilaian pada skala penilaian tertentu. Supervisor mengamati semua poin penting, memberikan perhatian penuh pada satu titik pada suatu waktu.
f.         Pembelajaran yang Efektif
Dari  sekian  aspek  yang  harus  dilakukan  dan  dikuasai  oleh  setiap peserta dalam tahap persiapan pembelajaran mikro yaitu menguasai ”jenis-jenis keterampilan dasar mengajar”. Sasaran dari pembelajaran mikro antara lain yaitu mempersiapkan, membina dan meningkatkan kemampuan mengajar. Adapun setiap keterampilan dasar mengajar adalah merupakan unsur yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu jika berbicara masalah kemampuan mengajar, berarti antara lain berbicara keterampilan dasar mengajar.
Untuk menguasai secara profesional terhadap setiap jenis keterampilan dasar mengajar, ada dua hal  sebagai prasyaratnya yaitu: 
a) Menguasai  dasar-dasar teori/konsep, kaidah, hukum atau karakteristik setiap jenis keterampilan dasar mengajar;
b) Melakukan proses latihan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, mulai dari latihan dalam bentuk simulasi Pembelajaran (mikro), latihan terbimbing dan latihan mandiri. Proses latihan tidak cukup hanya dengan satu atau dua kali latiha, akan tetapi harus terus menerus mengembangkan kemampuan baik melalui program pra-jabatan maupun dalam jabatan.
B.     Prolem Based Learning
a. Sejarah Problem Based Learning
Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968. (Neufeld & Barrows, 1974), karena siswa tidak mampu menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak lama kemudian, tiga sekolah medis lain University of Limburg di Maastricht (Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika) mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain program-program sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah diadaptasi untuk instruksi sarjana (Yuni, 2012:2).
b.      Pengertian Problem Based Learning
Menurut (Hasibuan dalam Suherman 2003:7) Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Konsep yang dikemukakan menjelaskan bahwa Problem Based Learning adalah suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa berhubungan dengan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran.
c.       Tujuan Problem Based Learning
Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Departemen Pendidikan Nasional (2003) Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu. Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar (Yuni 2012:17)
Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) bertujuan untuk:
a)    Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah,
b)   Belajar peranan orang dewasa yang otentik,
c)    Menjadi siswa yang mandiri,
d)   Untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru,
e)    Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
f)    Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
g)   Meningkatkan motivasi belajar siswa
h)   Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru.
d.      Ciri-ciri Problem Based Learning
a)    Pembelajaran berpusat dengan masalah.
b)   Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
c)    Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah.
d)   Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
e)    Siswa aktif dengan proses bersama.
f)    Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
g)   Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
h)   Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
i)     Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.
                                

e.       Langkah-langkap Penerapan Problem Based Learning
Langkah-langkah Probem Based learning ini paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu:
a)      Mengidentifikasi masalah,
b)      Mengumpulkan data,
c)      Menganalisis data,
d)     Memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya,
e)      Memilih cara untuk memecahkan masalah,
f)       Merencanakan penerapan pemecahan masalah,
g)      Melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan
h)      Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.
f.       Kriteria Problem Based Learning
a)         Guru memulai sesi awal PBL dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa.
b)        Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan.
c)         Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.
d)        Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka pahami.
e)         Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting.
f)         Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.
g)        Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang mereka peroleh.
h)        Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya.
i)          Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan di kelas.
Dalam Problem Based Learning, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
a)         Membaca dan menganalisis skenario dan situasi masalah.
Periksa pemahaman Anda tentang skenario dengan mendiskusikan hal itu dalam kelompok Anda. Sebuah upaya kelompok mungkin akan lebih efektif dalam menentukan apa faktor-faktor kunci dalam situasi ini. Karena ini adalah situasi pemecahan masalah nyata, grup Anda akan harus secara aktif mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
b)        Daftar hipotesis, ide, atau firasat  tulis dalam daftar teori atau hipotesis tentang penyebab masalah atau ide-ide tentang bagaimana untuk memecahkan masalah. Anda juga akan mendukung atau menolak ide-ide sebagai hasil penyelidikan Anda. Daftar ide yang berbeda lain yang perlu ditangani.
c)         Daftar apa yang dikenal buat pos berjudul "Apa yang kita ketahui?" pada selembar kertas. Kemudian temukan informasi yang terkandung dalam skenario.
d)        Mengembangkan sebuah pernyataan masalah suatu pernyataan masalah harus berasal dari analisis Anda apa yang Anda ketahui. Dalam satu atau dua kalimat Anda harus dapat menjelaskan apa yang grup Anda sedang mencoba untuk menyelesaikan, memproduksi, menanggapi, tes, atau mencari tahu. Pernyataan masalah mungkin harus direvisi sebagai informasi baru ditemukan dan dibawa ke menanggung pada situasi.
e)         Daftar apa yang dibutuhkan. siapkan daftar pertanyaan Anda pikir perlu dijawab untuk memecahkan masalah. Rekam mereka di bawah daftar kedua berjudul: "Apa yang kita perlu tahu?" Beberapa jenis pertanyaan yang mungkin sesuai. Beberapa orang mungkin alamat konsep atau prinsip-prinsip yang perlu dipelajari untuk mengatasi situasi. Pertanyaan lain mungkin dalam bentuk permintaan untuk informasi lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan ini akan membimbing pencarian yang mungkin akan terjadi on-line, di perpustakaan, atau dalam pencarian out-of-kelas yang lain.
f)         Daftar tindakan yang mungkin. Daftar rekomendasi, solusi, atau hipotesis di bawah judul: "Apa yang harus kita lakukan?". Daftar rencana Anda untuk penyelidikan. Rencana ini mungkin termasuk mempertanyakan ahli, mendapatkan data online, atau mengunjungi perpustakaan.
g)        Mengumpulkan dan Menganalisis informasi. Bagilah tanggung jawab untuk mengumpulkan, mengorganisir, menganalisis, dan menafsirkan informasi dari banyak sumber. Menganalisis informasi yang anda kumpulkan. Anda mungkin perlu merevisi pernyataan masalah. Anda dapat mengidentifikasi laporan masalah yang lebih. Pada titik ini, grup Anda mungkin akan merumuskan dan menguji hipotesis untuk menjelaskan masalah. Beberapa masalah mungkin tidak memerlukan hipotesis, bukan solusi yang dianjurkan atau pendapat (berdasarkan data riset Anda) mungkin tepat.
Menyajikan temuan-temuannya. Siapkan laporan di mana Anda membuat rekomendasi, prediksi, kesimpulan, atau solusi lainyang tepat untuk masalah berdasarkan data Anda dan latar belakang. Bersiaplah untuk mendukung rekomendasi Anda. Jika sesuai, pertimbangkan presentasi multimedia dengan menggunakan gambar, grafik, atau suara (Harsono, dkk, 2005:36-44).
C.    Project Based Learning
a.      Pengertian Project Based Learning
Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek (Isriani dan Dewi, 2012: 127). Menurut Mahanal (2009: 2) pembelajaran PBL secara umum memiliki pedoman langkah: Planning (perencanaan), Creating (mencipta atau implementasi), dan Processing (pengolahan). Selanjutnya dkemukakan bahwa PBL mendukung pelaksanaan mencapai tujuan pembelajaran biologi, mengingat PBL merupakan pembelajaran yang komprehensif mengikutsertakan siswa melakukan investigasi secara kolaboratif. PBL membantu siswa dalam belajar pengetahuan dan ketrampilan yang kokoh yang dibangun melalui tugas-tugas dan pekerjaan otentik. Situasi belajar, lingkungan, isi, dan tugas-tugas yang relevan, realistik, otentik, dan menyajikan kompleksitas alami dunia nyata mampu memberikan  pengalaman pribadi siswa terhadap obyek siswa dan informasi yang diperoleh siswa membawa pesan sugestif cukup kuat.
Begitu juga mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Ini sesuai dengan Pembelajaran Berbasis proyek yang notabene lebih menekankan pada siswa melakukan dan menemukan.
b.   Karakteristik Project Based Learning
Menurut Thomas (2000, dalam Isriani, 2012: 127-128) fokus pembelajaran terletak pada prinsip dan konsep inti dari suatu disiplin ilmu, melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatantugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan siswa bekerja secara otonom dalam mengontruksi pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya untuk menghasilkan produk nyata.
c.    Prinsip-prinsip Project Based Learning
Sedikitnya ada lima prinsip pembelajaran berbasis proyek menurut Thomas seperti dikutip Wena (2011, dalam Isriani, 2012: 128), antara lain:
a)    Prinsip Sentralisk
Prinsip sentralis menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari kurikulum.
b)   Prinsip pertanyaan pendorong
Prinsip ini merupakan external motivation yang mampu menggugah kemandiriannya dalam mengajarkan tugas-tugas pembelajaran
c)    Prinsip Otonom
Merupakan kemandirian siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran .
d)   Prinsip Realistis
Prinsip mengatakan bahwa proyek merupakan sesuatu yang nyata, bukan seperti di sekolah.
d.   Manfaat Project Based Learning
Menurut Moursund seperti dikutip dalam Isriani (2012: 130-131) beberpa keuntungan dari pembelajaran berbasis proyek, antara lain sebagai berikut:
a.    Increased motivation. Pembelajaran berbasis proyek terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
b.    Increased problem-solving ability. Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkaatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat siswa lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang bersifat komplek
c.    Improved library research skills. Dengan pembelajaran berbasis proyek keterampilan siswa untuk mencari dan mendapatkan informasi akan meningkat
d.    Increased collaboration. Siswa dapat mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi dan kerjasama.
e.    Increased resource-management skills. Pembelajaran berbasis proyek memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk mnyelesaikan tugas.
e.    Langkah-langkah Project Based Learning
Stienberg seperti dikutip dalam Isriani (2012: 131-132) mengajukan enam strategi dalam mendesain suatu proyek yangh disebut dengan The Six A’s of Designing Project, yaitu sebagai berikut:
a)      Authenticity (keautentikan)
b)      Academic Rigor (ketaatan terhadap nilai akademik)
c)      Applied Learning (belajar pada dunia nyata)
d)     Active Exploration (aktif meneliti)
e)      Adult relationship (hubungan dengan ahli)
f)       Assesment (Penilaian)   
Keenam langkah evaluatif tersebut dapat dijadikan pedoman dalam merancang suatu bentuk pembelajaran berbasis proyek. Dengan mengacu pada standar tersebut, pembelajaran berbasis proyek yang dilakukan oleh siswa lebih bermakna bagi pemngembangan dirinya (Isriani dan Dewi, 2012: 132).
D.    Inquiry Based Learning
a.      Pengertian Inqury Based Learning
            Metode Inquiry merupakan proses pembelajaran dibangun atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa. Di sini para siswa didorong untuk berkolaborasi untuk memecahkan masalah, dan bukannya sekedar menerima instruksi langsung dari gurunya. Tugas guru dalam lingkungan belajar berbasis pertanyaan ini bukanlah untuk menyediakan pengetahuan, namun membantu siswa menjalani proses menemukan sendiri pengetahuan yang mereka cari. Jadi, guru berfungsi sebagai fasilitator dan bukan sumber jawaban.
            Inquiry Based Learning (IBL) didasari atas pemikiran John Dewey, seorang pakar pendidikan Amerika, yang mengatakan bahwa pembelajaran, perkembangan, dan pertumbuhan seorang manusia akan optimal saat mereka dikonfrontasikan dengan masalah nyata dan substantif untuk dipecahkan. Ia percaya bahwa kurikulum dan instruksi seharusnya didasarkan pada tugas dan aktivitas berbasis komunitas yang integratif dan melibatkan para pembelajar dalam tindakan-tindakan sosial pragmatis yang membawa manfaat nyata pada dunia (Trisna, 2013:7).
b.      Sifat-sifat Inquiry Based Learning
            Sifat-sifat yang ingin dimunculkan dari para siswa dalam lingkungan IBL ini, menurut Neil Postman dan Charles Weingartner dalam Nuhardi, dkk, (2009:9) adalah:
1.    Percaya diri terhadap kemampuan belajarnya.
2.    Senang saat berusaha memecahkan masalah.
3.    Percaya pada penilaian sendiri dan tidak sekedar bergantung pada penilaian orang lain maupun lingkungan.
4.    Tidak takut menjadi salah.
5.    Tidak ragu dalam menjawab.
6.    Fleksibilitas pandangan.
7.    Menghargai fakta dan mampu membedakan antara fakta dan opini.
8.    Tidak merasa perlu mendapat jawaban final untuk semua pertanyaan dan lebih merasa nyaman saat tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan sulit daripada sekedar menerima jawaban yang terlalu disederhanakan
c.       Manfaat Inquiry Based Learning
a)    IBL adalah pendekatan yang baik dalam proses belajar mengajar untuk memberi siswa kesempatan belajar dengan lebih bebas namun juga tetap mengenalkan dan mendidikkan keahlian-keahlian dasar.
b)   IBL bersifat fleksibel dan cocok untuk bermacam-macam proyek mulai dari yang sangat terbatas sampai yang ekstensif, mulai dari yang berorientasi riset sampai yang kreatif, di dalam laboratorium ataupun di internet.
c)    Dalam banyak kasus, siswa yang bermasalah di sekolah formal karena tidak merespon terhadap proses menyerap maupun mengingat kembali pelajaran malah bisa bersinar dalam lingkungan kelas IBL, membangun rasa percaya diri, minat, dan harga diri mereka.
d)   IBL memungkinkan untuk melakukan pembelajaran multidisiplin secara langsung. Jika di kelas konvensional, siswa belajar matematika sebentar, lalu belajar geografi, lalu belajar seni, dan lain-lain, maka di kelas IBL, karena berbasis pertanyaan dan proyek, maka siswa bisa dan bahkan perlu belajar dari beberapa subjek sekaligus.
e)    Kelas IBL memungkinkan siswa mendapat pembelajaran secara fisik, emosi, dan kognitif.
f)    IBL cocok untuk mengajarkan pembelajaran kolaboratif. Siswa diajarkan saling berinteraksi dan berkolaborasi untuk memecahkan masalah.
g)   IBL cocok untuk segala usia. Walaupun siswa yang lebih dewasa bisa mengajukan pertanyaan dan proyek yang lebih canggih dan berbobot, namun semangat mengajukan pertanyaan dan aktivitas mengejar jawabannya bisa juga diterapkan pada siswa-siswa yang lebih muda.
h)   Pendekatan IBL menyadari bahwa tiap anak telah membawa pengalaman dan pengetahuannya sendiri ke dalam kelas dan justru membawa manfaat bagi pembelajaran kolektif. Bila di kelas konvensional, semua siswa mendapat pengajaran yang standar dan telah ditentukan oleh kurikulum, tidak peduli latar belakang siswa.
d.        Komponen Inquiry Based Learning
Komponen pembelajaran yang efektif meliputi:
v Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
v Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
v Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi: observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
v Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, dan bekerja dengan masyarakat.
v Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
v Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah pertanyaan langsung tentang sesuatu yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
v Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya pada hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
Penerapan CTL dalam pembelajaran
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. Kembangkan sifat keingintahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
E.     Action Learning
a.    Sejarah Action Learning
Istilah Action Learning kerap digunakan untuk menjelaskan berbagai variasi kegiatan training interaktif. Konsep ini sebenarnya sudah berumur 60 tahun lebih tetapi dinilai masih relevan dengan kondisi saat ini.
Berikut ini adalah sebuah catatan ringkas bagaimana gagasan Action Learning dilahirkan dan disebarluaskan. Pada 1912, seorang anggota Badan Penyelidik Inggris, yang melakukan investigasi atas tenggelamnya kapal penumpang raksasa Titanic, menemukan bahwa ternyata para insinyur Titanic sama sekali tidak memperdulikan masalah keamanan kapal raksasa itu pada saat kapal itu dibangun.
Ia kemudian menceritakan temuan itu kepada anaknya, Reg Evans, yang kemudian bekerja sebagai pakar fisika di Cavendish Laboratory. Sang anak kemudian mengubah cara berinteraksi para peneliti saat bekerja. Mereka bekerja dengan cara interaktif melalui saling bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan kritis, memecahkan masalah secara kolaborasi. Hasilnya, laboratorium ini berhasil menemukan inovasi-inovasi baru di bidang fisika tehnik.
Pada 1945, saat Reg Revans bekerja sebagai Direktur Pendidikan dan Pelatihan Badan Pertambangan Batubara Nasional Kerajaan Inggris, dia menggunakan pengalamannya untuk membentuk tim kecil yang beranggotakan 4-5 manajer untuk memecahkan masalah yang dihadapi organisi. Tim itu secara periodik melakukan konsultansi antar-anggota tim. Tim-tim ini berhasil memecahkan banyak masalah melalui proses saling memberikan konsultansi. Kemudian Revans memberikan label proses ini sebagai Action Learning yang digunakan untuk memecahkan masalah dan mengembangkan kapasitas manusia di berbagai organisasi. Bagaimana pun juga, Action Learning masih diabaikan oleh pada pelatih dan konsultan sampai 1970-an. Ketika banyak industri semakin menjamur di berbagai negara di dunia, Action Learning dihidupkan kembali dan menjadi alat manajemen yang ampuh (Endang, 2009).
b.   Langkah-Langkah Action Learning
Berikut ini adalah 3 faktor utama yang berkaitan dengan proses Action Learning.
a)      Task. Masalah yang menantang adalah jantung pada semua proses Action Learning. Tantangan ini hendaknya berkaitan dengan tugas-tugas yang nyata, bukan suatu tugas yang disimulasikan (yang kemudian direfleksikan pada kegiatan sehari-hari). Task hendaknya memiliki nilai-nilai strategik dan konsekuensi jangka panjang bagi keseluruhan organisasi serta berdampak pada keseluruhan organisasi. Task bukan sebuah tugas yang bisa dituntaskan oleh prosedur standar yang telah ada tetapi membutuhkan kreasi dan aplikasi pendekatan-pendekatan yang baru.
b)      Team. Action Learning dikerjakan oleh tim yang beranggotakan 4 sampai 8 orang. Anggota tim diusahakan memiliki latar belakang berbeda agar menjamin proses belajar yang maksimum. Anggota tim hendaknya menggambarkan perbedaan tugas, budaya, kepribadian, cara berfikir dan gaya belajar.
c)      Thoughtful action.Kegiatan Action Learning yang efektif sebaiknya seimbang antara teamwork dan team learning. Proses ini membutuhkan tata waktu dan berbagai alat bantu yang memadai sehingga anggota tim bisa menjalankan pekerjaannya, melakukan refleksi atas proses, memperoleh prinsip-prinsip dan pemahaman baru serta saling berbagi peran di antara anggota tim.
c.    Manfaat Action Learning
a)      Ownership. Karena tim muncul dengan sebuah rencana yang akan segera dilakukan, maka anggota tim merasa memiliki pada apa yang akan dikerjakan dibandingkan dengan tugas-tugas yang dibuat dari atas.
b)      Creativity. Keragaman anggota tim Action Learning menjamin perbedaan cara pandang. Karena tantangan yang dihadapi relatif besar maka akan muncul rasa menjadi sebuah tim. Faktor ini membuat ide-ide lebih kreatif dibandingkan yang dihasilkan oleh individu atau komite yang anggotanya homogen.
c)      Communication. Tim Action Learning yang lintas fungsional meningkatkan dan memperbaiki komunikasi antar kelompok yang berbeda-beda. Dengan memperkuat sebuah tim Action Learning untuk mampu mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang pas, kita sedang mendorong—dan memberikan penghargaan—kepada anggota tim untuk saling berbicara yang terfokus pada keseluruhan organisasi daripada berbicara untuk satu bagian saja.
d)     Personal growth. Action Learning mengubah baik organisasi maupun individu. Pada sisi pribadi, orang belajar pengetahuan dan ketrampilan baru yang berkenaan dengan pekerjaannya. Mereka secara khusus memperoleh ketrampilan interpersonal berkenaan dengan leadership, teamwork, keragaman dan pengambilan keputusan. Anggota kelompok memperoleh manfaat dari pandangan yang lebih luas tentang organisasi dan belajar bagaimana berbagai upaya orang untuk berkontribusi pada —dan memperoleh manfaat dari—usaha tim, bagian, organisasi dan komunitas di sekitar organisasi.
e)      Application. Berbeda dengan belajar di dalam kelas atau web-based learning, Action Learning memproduksi pengetahuan dan ketrampilan yang benar-benar bisa digunakan dalam pekerjaan. Action Learning mengandung semua keunggulan pada On the Job Training (OTJ). Pada banyak kasus, keunggulan Action Learning melampaui OTJ karena Action Learning melibatkan lebih banyak tantangan-tantang yang strategik yang dikonfrontasikan pada keseluruhan organisasi sebagai sistem total (Satyasa, 2003).

F.     Progressive Inquiry
a.    Pengantar Progressive Inquiry
Sebuah tujuan utama pendidikan masa kini adalah untuk mempersiapkan peserta didik untuk pengetahuan muncul masyarakat melalui praktek pedagogis yang sesuai; itu tidak cukup untuk berkonsentrasi pada konten penguasaan dalam beberapa domain subjek tetapi untuk memberikan para siswa dengan keterampilan penciptaan pengetahuan dan pemecahan masalah. Praktek pedagogis yang dianggap untuk meningkatkan kemampuan ini termasuk fitur seperti kepemilikan dan keterlibatan siswa aktif; kolaborasi antara peserta: kegiatan mencari , berbagi, dan mengelaborasi pengetahuan ,bekerja dengan otentik , masalah tidak jelas, Berpikir kritis pada aktivitas murid dan guru. berubah peran dari memberikan pengetahuan untuk mengatur , membimbing dan menilai siswa.
b.   Pengertian Progressive Inquiry
Progressive Inquiry sebagai kerangka kerja pedagogis dan epistemologis untuk mendukung guru dan siswa dalam melakukan aktivitasnya untuk memfasilitasi keahlian seperti bekerja dengan pengetahuan. sekarang terutama didasarkan pada teori Building Knowledge, pada Model progressive  Inquiry ini.
c.    Komponen Progressive Inquiry
Keahlian bersama: Semua tahapan proses harus dibagi di antara peserta , biasanya dengan menggunakan teknologi kolaboratif . Keanekaragaman dalam keahlian di antara peserta , dan interaksi dengan sumber informasi dan / atau budaya ahli , mempromosikan pengetahuan kemajuan. Ini mencakup tanggung jawab bersama kognitif keberhasilan penyelidikan.
a)      Menciptakan Konteks: Pada awal proses, konteks untuk proyek ini bersama-sama dibuat dalam rangka untuk jangkar masalah yang diselidiki dalam prinsip-prinsip konseptual pusat dari domain atau kompleks masalah di dunia nyata . Masyarakat belajar didirikan oleh gabungan perencanaan dan menetapkan tujuan umum . Hal ini penting untuk menciptakan budaya belajar yang mendukung berbagi pengetahuan kolaboratif.
b)      Menyiapkan pertanyaan penelitian: Sebuah aspek penting dari penyelidikan progresif adalah untuk menghasilkan masalah siswa sendiri dan pertanyaan untuk mengarahkan penyelidikan . Penjelasan pertanyaan – mencari ( Kenapa ? Bagaimana ? Apa ? ) Sangat berharga. Komunitas pembelajaran harus didorong untuk fokus pada pertanyaan yang berbasis pengetahuan dan berdasarkan hasil upaya dari pemahaman siswa sendiri dan kebutuhan untuk memahami. Sangat penting bahwa siswa datang untuk memperbaiki belajar sebagai proses pemecahan masalah yang mencakup masalah pengalamatan dalam memahami konstruksi teoritis , metode , dan praktek-praktek budaya ilmiah.
c)      Membangun teori-teori kerja: Sebuah kondisi penting untuk mengembangkan pemahaman konseptual adalah generasi hipotesis siswa sendiri , teori , atau interpretasi dari fenomena.
d.   Tujuan Progressive Inquiry
Menurut Laka-laka (2008) ”being investigated. It is important that students explain phenomena with their own existing background knowledge before using other information sources, and openly share these explanations in the learning community. This serves a number of goals: first, to make visible the prior (intuitive) conceptions of the issues at hand. Secondly, in trying to explain to others, students effectively test the coherence of their own understanding, and make the gaps and contradictions in their own knowledge more apparent. Thirdly, it serves to create a culture in which knowledge is treated as an essentially evolving object. Thoughts and ideas presented are not final and unchangeable, but rather utterances in an ongoing discourse. ”Jadi dinyatakan bahwa “Penyelidikan. Adalah penting bahwa siswa menjelaskan fenomena dengan latar belakang pengetahuan mereka yang ada sebelum menggunakan sumber-sumber informasi lainnya, dan secara terbuka berbagi penjelasan-penjelasan ini dalam komunitas belajar . Ini melayani sejumlah tujuan:
1.      Untuk membuat terlihat sebelum ( intuitif ) konsepsi masalah di tangani.
2.      Dalam mencoba untuk menjelaskan kepada orang lain, siswa secara efektif menguji koherensi pemahaman mereka sendiri , dan membuat kesenjangan dankontradiksi dalam pengetahuan mereka sendiri lebih jelas.
3.      Berfungsi untuk menciptakan budaya dimana pengetahuan diperlakukan sebagai objek dasarnya berkembang . Pikiran dan gagasan yang disampaikan belum final dan tidak dapat diubah, melainkan ucapan-ucapan dalam wacana yang sedang berlangsung.”
e.         Langkah-langkah Progressive Inqury
1.      Evaluasi kritis: Evaluasi Kritis alamat kebutuhan untuk menilai kekuatan dan kelemahan teori yang berbeda dan penjelasan yang dihasilkan , dalam rangka untuk mengarahkan dan mengatur upaya kognitif bersama komunitas pembelajaran dan evaluasi dari proses itu sendiri . kritis Evaluasi adalah cara untuk membantu masyarakat untuk naik di atas prestasi dengan menciptakan sintesis tingkat yang lebih tinggi dari hasil awal dari proses penyelidikan
2.      Mencari meperdalam pengetahuan: Siswa seharusnya mengeksplorasi berbagai sumber informasi untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mereka . Perbandingan intuitif menghasilkan kerja teori dengan pengetahuan para ahli mapan atau teori-teori ilmiah cenderung membuat kelemahan konsepsi masyarakat eksplisit. Sumber informasi harus digunakan dengan cara elaborative dan evaluatif bukan menyalin informasi seperti itu. Guru memutuskan berapa banyak bahan harus ditawarkan kepada para siswa , dan berapa banyak siswa sendiri harus benar-benar mencari untuk bahan . Pertanyaan yang berasal dari heran benar pada bagian dari siswa dapat dengan mudah memperluas lingkup materi di luar apa yang guru telah diramalkan atau disarankan. Di sisi lain , pencarian yang relevan bahan memberikan kesempatan yang baik untuk penyelidikan mandiri dan tangan-pada praktek ketika berjuang untuk memahami perbedaan antara berbagai konsep dan teori.
3.      Membangkitkan pertanyaan bawahan: Proses penyelidikan kemajuan melalui transformasi awal pertanyaan besar dan tidak spesifik ke pertanyaan bawahan dan lebih spesifik atas dasar evaluasi dari pengetahuan yang dihasilkan . Perumusan pertanyaan bawahan refocuses penyelidikan.
4.      Mengembangkan teori-teori kerja baru: Pertanyaan baru dan pengetahuan ilmiah dan / atau ahli bahwa peserta mengeksplorasi kenaikan memberi teori-teori baru dan penjelasan . Proses ini juga termasuk penerbitan ringkasan dan kesimpulan penyelidikan suatu komunitas . Jika semua produksi ke database bersama dalam lingkungan kolaboratif telah bermakna terorganisir , peserta harus memiliki akses yang mudah ke produksi sebelum dan teori , membuat pengembangan penjelasan proses terlihat.
G.    Service Learning
a.      Pengertian Service Learning
            Pembelajaran berbasis Service merupakan salah satu bagian dari strategi pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel, sehingga dapat diterapkan dari satu permasalahan atau konteks, ke permasalahan atau konteks lainnya.
b.   Ciri-Ciri Service Learning
            Seperti yang telah kita ketahui di atas, bahwa pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan salah satu bentuk nyata dari pembelajaran kontekstual. Oleh karena itu, ciri-ciri pembelajaran Service Learning harus sesuai dengan cirri-ciri pembelajaran kontekstual. Ciri-ciri tersebut antara lain:
a)      Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran akademik, ilmu pengetahuan alam atau sejarah dengan pengalamannya mereka sendiri, berarti mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar. Mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan seseorang membuat proses belajar menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL
Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (doing significant works)
Pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas harus punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan siswa.
b)      Belajar yang diatur sendiri (self-regulated Learning). Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif, mandiri, melibatkan kegiatan menghubungkan masalah ilmu dengan kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang berarti bagi siswa. Pembelajaran yang diatur siswa sendiri, memberi kebebasan kepada siswa menggunakan gaya belajarnya sendiri.
c)      Bekerjasama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
d)     Berpikir kritis dan kreatif (critical dan creative thinking)
Pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian serta ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu
e)      Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nuturing the individual)
Dalam pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya mengembangkan kemampuan-kemampuan intelektual dan keterampilan, tetapi juga aspek-aspek kepribadian: integritas pribadi, sikap, minat, tanggung jawab, disiplin, motif berprestasi, dan sebagainya. Guru dalam pembelajaran kontekstual juga berperan sebagai konselor dan mentor. Tugas dan kegiatan yang akan dilakukan siswa harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya.
f)       Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)
Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara optimal, mencapai keunggulan (excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan, asalkan dia dibantu oleh gurunya dalam menemukan potensi dan kekuatannya.
g)      Menggunakan penilaian yang autentik (using authentic assessment)
Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam situasi nayata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik merupakan antitesis dari ujian standar, penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari (Gunawan, 2013).
c.    Langkah-langkah Service Learning
            Penjelasan-penjelasan di atas merupakan ciri-ciri pembelajaran kontekstual, dari ciri-ciri tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran berbasis service learning mengandung ciri bahwa dan dapat di ambil langkah sebagai berikut:
a)      Melakukan hubungan yang bermakna, hal ini diwujudkan dengan kerjasama kelompok yang dilakukan dalam menyelesaikan tugas terstruktur.
b)      Bekerja sama guna penerapan praktis dari pengetahuan yang baru diketahui siswa.
c)      Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti melalui kegiata yang beranfaat untuk memenuhi kebutuhan dalam masyarkat( jasa layanan yang berkaitan dengan tugas terstruktur.
d.        Karakteristik pembelajaran berbasis service learning
a)      Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok beranggotakan 5 orang.
b)      Setiap kelompok diberi materi yang harus dipakai untuk memfasilitasi pembelajaran. Untuk mata pelajaran Bahasa Inggris pembagian materi bisa berdasarkan jenis teks (description, recount, narrative, procedure, report dan short functional text).
c)      Siswa bekerja dalam kelompok merancang  pembelajaran yang akan mereka sampaikan.
d)     Siswa melakukan presentasi secara bergantian.
e.         Manfaat pembelajaran berbasis service learning
a)    Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
b)   Melakukan kegiatan belajar yang lebih berarti
c)    Siswa akan terbiasa belajar mandiri
d)   Siswa terbiasa melakukan kerjasama (collaborating)
e)    Berpikir kritis dan kreatif
f)    Menciptakan kepribadian siswa yang positif
g)   Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara optimal, mencapai keunggulan.

BAB III
PENUTUP
v  Kesimpulan
Pembelajaran sebagai bagian integral dari pendidikan harus mampu melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas yang dnikmati oleh setiap warga. Konsep pendidikan untuk semua (education for all), mengandung makna bahwa pendidikan harus mampu melayani dan mengembangkan siswa sesuai dengan potensi, minat dan bakat yang dimilikinya. Agar tujuan pendidikan tersebut bisa tercapai maka kita bisa menggunakan beberapa bagian model micro tergantung latar belakang dan tujuan dan masalah yang sedang dihadapi. Di antaranya model micro Learining by Teaching, Problem Based Learning, Project Based Learning, Inquiry Based Learning, action Learning,  Progressive Inquiry, dan Service Learning. Dimana semua bagian diatas mungkin ada sedikit perbedaan dari masing-masing model pemlajaran tersebut, baik dari tujuan, ciri-ciri, langkah-langkah dan manfaat secara khusus. Namun perbedaan tersebut tidak menutupi kemungkinan bahwa semua bagian dari model micro ini mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan kualitas dan kauntitas belajar, kemadirian, berpikir kritis, kreatif, berkolaborasi atau kerjasama yang baik dan terarah, mempunyai kepribadian yang positif, dan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa yang memuaskan.


DAFTAR PUSTAKA

Ayu Sri S. 2013. Makalah Penerapan Model Micro. Program studi s3 teknologi Pembelajaran. Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. www. smarttech.com
Endang S. 2013.  Pembelajaran Action Learning. Diakses pada Juli 2009. http://www.ndang.um.com

Gunawan Eko. 2013. Pembelajaran Berbasis Layanan. Diakses Desember 2013, http://ras_eko.com

Hardini, Isriani dan Dewi Puspitasari. 2012. Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori, Konsep dan Implementasinya). Yogyakarta: Familia.
Harsono, dkk. 2005. Pembelajaran Berpusat Mahasiswa. Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Laka-laka Minna. 2008. Journal Priciples Progressive Inquiry. Centre of Research on Networked Learning and Knowledge Building, Departement of Psychology, University of Helsinky, Finland. Diakses Juni 2008, http://www.minna.laklaka@helsinky.fi
Mahanal, Susriyati, dkk. 2009.  Pengaruh Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) pada Materi Ekosistem terhadap Sikap dan Hasil Belajar Siswa SMAN 2 Malang. Malang: Jurnal Universitas Negeri Malang. Di akses pada November 2011. http://.jurnal.um/pbl/php.com

Nuhardi, Senduk, Agus Gerrad. 2003. Pembelajaran Kontekstual (CTL) dan penerapanya dalam KBK. Universitas Negeri Malang. Malang. Diakses pada pada Agustus 2003, http://www. Ctl-unm.com
Suheman. 2003. Proses belajar mengajar keterampilan dasar micro. Bandung. Remaja Karya
Sukirman D (2012) Micro Teaching. Subdit Kelembagaan Direktorat Pendidikan Islam Kemenerian RI. Jakarta Pusat. www. diktis,kemeneg.go.id
Yuni F.A. 2012.  Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Pembelajaran IPA Kelas V. Universitas Kristen Satya Wacana. Semarang. www.pbl.uksw.com
Sanstyasa I. W. 2003. Makalah Model-Model Pembelajaran Inovatif. Diakses pada Mei 2013. http://is-wayan.com

Trisna Mahardika. I.W. 2013.  Penerapan Model Pembelajaran IBL (Inquiry Based Learning) dengan Berbasis Model Diskusi Kelompok Kecil dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas dah Hasil  Belajar PKN pada Siswa Kelas VIII H. UNDIKSA. Singaraja. Diakses pada Agustus 2013. http://trisna-armstronk.com
 



1 komentar:

  1. terimakasih... makalahnya sangat membantu tugas kuliah saya. semoga Allah memberikan balasan atas kebaikan anda. gomawooooo ^^,

    BalasHapus